Jumat, 11 November 2016

Makalah SOSIALISASI ANAK DIDIK


https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSO65HQMGGZGYw1MqBbvaOjI4Uqcf_lpPWdSN0V9PGGgz20TrayjQ





MAKALAH
SOSIALISASI ANAK DIDIK

Oleh

SUPANGAT
:
1632313

             

Diseminarkan Sebagai Tugas Kelompok
Pada Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed.



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG 2016

A.  LATAR BELAKANG
Manusia disamping sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, dalam arti manusia memerlukan bantuan orang lain untuk menyelesaikan problematika kehidupan yang dihadapinya. Rasa perlu (bantuan) manusia kepada yang lain dan memang manusia adalah makhluk sosial, hal ini telah dikodratkan oleh Tuhan (Allah), dan Allah juga telah memberikan bagaimana manusia untuk saling tolong-menolong. Dilihat dari kebutuhan manusia untuk hidup secara sosial Allah telah memberikan kelonggaran kepada manusia untuk mengenal satu sama lain dengan  menciptakan beberapa perbedaan diantara manusia yang memiliki tujuan agar manusia menjadi saling kenal satu sama lain. Sebagaimana dalam QS. Al-Hujarat ayat 13 berikut:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Artinya:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. Al-Hujarat: 13)”.

Dengan demikian bahwa manusia memang telah ditentukan harus hidup besama-sama dengan manusia yang lain, baik lingkup kecil maupun lingkup besar. Keharusan manusia hidup bersama inilah yang menjadikan manusia memiliki perbedaan dengan yang lainnya dan sudah barang tentu juga yang terjadi pada peserta didik, yang datang untuk belajar di sebuah sekolah, mereka datang dengan bermacam-macam latar belakang di sekolah. Ini merupakan bukti bahwa memang kebenaran ayat di atas merupakan adanya, menjadikan peserta didik dengan berbagai latar belakang dengan penuh perbedaan.
Dalam kaitannya dengan sosiologi pendidikan tentu tak terlepas dari sosialisasi anak didik, dimana anak didik yang berada di sekolah sudah barang tentu berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, ada yang memang berasal dari keluarga yang tau dengan masalah pendidikan, artinya mereka telah mengajarkan tentang bagaimana bersosialisasi dan ada pula belatar belakang yang tidak begitu memperdulikan dengan pendidikan.  Timbul permasalahan dari keluarga yang yang ibaratnya cukup dalam segi ekonomi namun juga tidak begitu memperdulikan masalah pendidikan anak-anaknya, misalnya orang tua berangkat bekerja pagi dan pulang pagi yang tidak tahu bagaimana anak-anaknya di sekolah padahal keluarga memiliki peran yang sangat krusial dalam proses sosialisasi[1]. Orang seperti ini bukannya tidak peduli dengan pendidikan anaknya, mereka mencukupi segala keperluan sekolah anaknya, termasuk keperluan biaya dan perlengkapan sekolah anaknya namun tidak begitu peduli dengan bagaimana anaknya dalam mengikuti proses pendidikan. Yang pada akhirnya orang tua hanya mencukupi kebutuhan anak dalam segi materi saja tidak pada kebutuhan kepribadian anak atau terjadilah kurang adanya sosialisasi antara orang tua dengan anak.
Timbul juga masalah yang kedua yaitu orang tua, yang dari segi ekonomi sangat minim atau bahkan bisa dikatakan sangatlah kurang. Kasus ini sangat miris, sebab sampai-sampai anak juga dilibatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari misalnya menjadikan anak untuk dapat berjualan, menjadi pemulung dan sebagainya guna memenuhi kebutuhannya. Dimana diusianya yang masih perlu untuk belajar namun tergannggu dengan aktivitas lainnya termasuk bekerja. Ini sungguh menggagu anak terutama dengan para teman sebayanya, tentu secara emosional anak akan merasa minder, bahkan mungkin malu untuk bergabung dengan teman lainnya. Hal ini tentu juga akan menghambat sosialisasi anak di sekolah.
Selain keluarga juga timbul dari latar belakang lingkungan masyarakat siswa yang menjadikan anak terpengaruh dengan kegiatan-kegiatan yang ada dilingkungannya. Berada pada lingkungan masyarakat  yang kurang memperhatikan masalah pendidikan atau mungkin sangat acuh dengan persoalan pendidikan, maka anakpun cenderung terpengaruhi dengan keadaan yang sedemikian itu.
Dari kontek inilah perlu dalam kesempatan ini diadakan pembahasan tentang solusi-solusi menanggapi permasalahan yang terjadi seperti dalam diskripsi diatas. Mengingat sangat mempengaruhi tentang bagaimana sosialisasi anak didik di sekolah. Sulitnya sosialisasi anak didik disekolah itu tidak luput juga dari latar belakang keluarga dan masyarakat juga. Dengan adanya masalah pada latar belakang seperti kontek di atas, maka tentu proses sosialisasi kepada anak didik pun menjadi tergangnggu. Oleh karena itu makalah ini diharapkan dapat menjawab dan memberikan solusi terbaik dan dapat diterapkan dalam dunia pendidikan sekaligus dapat memberikan pengarahan kepada masyarakat dan para orang tua dalam mengemban amanah dari Yang Maha Kuasa berupa titipan anak.
B.  PEMBAHASAN
1.      Pengertian Sosialisasi Anak Dididik
Seorang individu tidak akan terlepas dari kehidupan sosial. Artinya manusia pasti akan menemui kehidupan sosial, yang akan berkumpul antara satu dengan yang lain dilingkungan kelompok mansyarakat tertentu. Adanya manusia berkumpul dengan kelompok masyarakat ini sudah barang tentu manusia perlu mengetahui keberadaan tentang kelompok masyarakat tertentu ini. Berarti manusia perlu adanya bimbingan belajar untuk mengetahui kelompok sosial tersebut. Proses membimbing individu ke dalam dunia sosial disebut sosialisasi[2]. Dalam proses inilah manusia akan mengetahui tatanan kehidupan lingkungan dimana ia tinggal yang pada akhirnya ia mengetahui dan dapat beradaptasi dengan situasi yang terjadi dilingkungannya tersebut. Dalam hal ini S. Nanution mengatakan bahwa sosialisasi adalah belajar[3]. Dengan bertemunya individu kepada kelompok masyarakat tersebut maka sangat perlu untu mengetahui hal-hal yang biasa terjadi pada kelompok masyarakat tertentu terjadi. Dengan demikian bagwa sosialisasi adalah proses belajar untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dalam lingkungannya[4].
Dalam hal kaitannya dengan sosialisasi anak didik, bahwa anak didik yang datang di sekolah tentu memiliki latar belakang yang berbeda, dengan perbedaan inilah yang menuntut para peserta didik untuk selalu belajar mengenal, menghayati kebudayaan yang terjadi di lingkungan sekolah tersebut. Sebagai contoh siswa yang dirumah yang jarang bersosialisasi, dirumah karena orang tua jarang pulang atau orang tua memiliki banyak kesibukan diluar rumah atau bahkan orang tua selalu mendampinginya disetiap hari, begitu siswa di sekolah tentu akan berbeda dengan di sekolah siswa harus berlaku berbeda dengan di rumah. Baik dengan sesama siswa maupun dengan guru yang mengakibatkan sebuah hubungan interaksi antar sesama.
Menurut pandangan Kimball Young (dalam Abdullah Idi: 2011), sosialisasi ialah hubungan interaktif yang dengannya seseorang mempelajari keperluan-keperluan sosial dan kultural yang menjadikan seseorang sebagai anggota masyarakat[5].
Dengan berbagai penjelasan di atas dapat diberi pemahaman bahwa sosialisasi anak didik merupakan sebuah proses pembelajaran anak didik disekolah mengenai pembentukan sikap, tingkah laku, komunikasi dan nilai sosial antar sesama anak didik maupun kelompok masyarakat yang berada dilingkungan sekolah.

2.      Proses Sosialisasi Anak Dididik
Sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi proses perlakuan dan bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial atau norma-norma kehidupan bermasyarakat. Proses membimbing yang dilakukan oleh orangtua tersebut disebut proses sosialisasi. Proses sosialisasi dapat berlangsung melalui kelompok sosial yang terbentuk dari keluarganya, teman sepermainan, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat sekitar[6]. Pendapat ini lingkungan sekolah termasuk salah satu tempat proses sosialisasi anak didik, yang dijadikan sebuah sistem dan didalamnya terdiri dari subsistem yang saling berkaitan dengan subsistem yang lainnnya, artinya sekolah memiliki keterkaitan dengan subsistem yang lainnya yaitu termasuk orang tua siswa, masyarakat yang berada dilingkungan sekolah, dan lain sebagainya. Subsistem inilah akan terjadi sebuah komunikasi dan mencapai tujuan yang diinginkan dari proses sosioalisasi tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya[7].
Walupun demikian, dalam sebuah komunikasi untuk menuju pada sebuah proses komunikasi tidak luput dari faktor yang mempengaruhi. Dalam hal ini Abdullah Idi menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi ada dua, keteladanan orang tua dan lingkungan pergaulan[8]. Keteladanan orang tua sangat akan mempengaruhi tingkah laku pada seorang anak. Anak akan cenderung memiliki sikap sopan santun dalam bertindak, bertutur kata baik, serta disiplin dalam segala sesuatu. Hal ini terjadi pada seorang anak yang akan berkaca/ melihat tingkah laku orang tua dikehidupan sehari-harinya. Bahkan dalam pepatah dikatakan ‘buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya’. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku orang tua akan menuntut kemungkinan akan ditiru oleh para anak-anaknya. Apalagi dari segi karakter seorang anak .
Sedangkan menurut Binti Maunah secara umum ada lima faktor utama dalam mempengaruhi sosialisasi seseorang, yaitu sifat dasar, lingkungan prenatal, perbedaan perorangan, lingkungan, dan motivasi[9].
Sifat dasar merupakan keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi oleh seseorang dari kedua orang tuanya. Sifat dasar ini terbentuk pada saat konsepsi, yaitu pada sebuah momen bertmunya sel betina betina pada saat pembuahan. Sifat dasar yang masih merupakan potensi-potensi itu bekembang menjadi aktualisasi karena faktor-faktor lainnya. Sifat dasar seseorang itu meliputi karakter, watak, serta sifat emosional. Intinya sifat dasar merupakan warisan dari ayah dan ibi yang diturunkan melalui gen yang telah ada sejak anak masih berupa embrio yang didalamnya mewarisi sifat-sifat ayah dan ibu.
Lingkungan prenatal adalah lingkungan ketikan seorang anak masih berada dalam kandungan ibu. Dalam periode inilah seorang anak akan mendapat pengaruh-pengaruh dari ibu, baik pengaruh yang berjenis penyakit, ganngguan edoktrin yang dapat menyebabkan keterbelakangan mental dan emosional. Dengan dimikian seorang ibu yang berada pada masa mengandung hendaknya sangat berhati-hati dalam bertindak dalam segala hal.
Perbedaan peroorangan merupakan salah satu yang mempengaruhi proses sosialisasi. Sejak saat anak dilahirkan akan tumbuh dan berkembang sebagai individu yang unik berbeda dengan individu yang lain. Setelah lahir anak akan tumbuh dewasa dengan karakteristik yang berbeda-beda seperti ciri fisik (bentuk badan, warna kulit, warna mata dan bentuk rambut), ciri-ciri normal, emosional, personal dan sosial. Perbedaan-perbedaan perorangan ini mampu mempengaruhi sosialisasi seseorang. Ketika anak sudah lahir, maka ia akan lebih bersikap selektif terhadap pengaruh-pengaruh dari lingkungan. Perbedaan ini meliputi perbedan ciri fisik (bentuk badan, warna kulit, warna mata, rambut dan lain-lain), ciri fisiologis (berfungsinya sistem edoktrin), ciri mental dan emosional, ciri personal dan sosial.
Lingkungan yang dimaksud adalah kondisi sekitar individu baik lingkungan alam, kebudayaan dan masyarakat yang dapat mempengaruhi proses sosialisasi. Walaupun sebenarnya kondisi sekitar tidak menentukan, tetapi mampu mempengaruhi dan membatasi proses sosialisasi seseorang. Motivasi memiliki peran yang begitu penting dan pokok dalam kehidupan seseorang. Motivasi merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk menjelaskan inisisasi, arah intensitas perilaku individu dan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan[10]. Dalam menjalani kehidupan seorang individu pasti mempunyai motivasi-motivasi untuk menjadikan hidupnya lebih berarti. Dimana motivasi merupakan sebuah kekuatan dalam diri seseorang yang menggerakkan seseoramg untuk berbuat sesuatu. Motivasi yang dimiliki seseorang mampu mempengaruhi seseorang tersebut dalam bersosialisasi. Seseorang yang memiliki motivas besar dalam bersosialisasi tentu berbeda apabila dibandingkan dengan seseorang yang tidak mempunyai motivasi.
Selanjutnya, dalam sosialisasi anak, terdapat sejumlah media sosialisasi[11] yakni:
a.    Keluarga, yang merupakan orang pertama yang mengajarkan hal-hal yang berguna bagi perkembangan dan kemajuan hidup manusia adalah anggota keluarga. Orang tua atau keluarga harus menjalankan fungsi sosialisasi
b.    Teman sepermainan dan sekolah, yang merupakan lingkungan social kedua bagi anak setelah keluarga, dalam kelompok ini anak akan menemukan berbagai nilai dan norma yang berbeda bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga
c.    Lingkungan kerja, yang merupakan proses sosialisasi lanjutan. Tempat kerja seorang mulai berorganisasi secara nyata dalam suatu system. Sejumlah hal yang perlu dipelajari dalam lingkungan kerja, misalnya bagaimana menyelesaikan pekerjaan, bagaimana bekerjasama dengan bagian lain, dan bagaimana beradaptasi dengan lingkungan kerja.
d.   Media massa, yang merupakan sarana dalam proses sosialisasi karena media banyak memberikan informasi yang dapat menambah wawasan untuk memahami keberadaan manusia dan berbagai permasalahan yang ada di lingkungan sekitar. Media massa merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk mendapatkan informasi. Melalui media, seorang dapat mengetahui keadaan dan keberadaan lingkungan dan kebudayaan, sehingga dengan informasi tersebut dapat menambah wawasan seseorang.
Terkait dengan peserta didik bila dilihat dari beberapa hal yang mempengaruhi sosialisasi pada anak didik maka menurut Abu Ahmadii sebagai proses, sosialisasi memiliki beberapa metode dalam mempengaruhi sosialisasi anak, yaitu:
a.       Metode ganjaran dan hukuman
b.      Metode didactic teaching
c.       Metode pemberian contoh[12].
Metode ganjaran dan hukuman atau reward and punishment dalam proses sosialisasi terhadap anak didik ganjaran dapat diberikan kepada anak didik sebagai bentuk penghargaan terhadap prestasi, keseriusan dalam belajar atau dari perbuatan baik yang siswa lakukan, dengan tujuan aga anak senantiasa untuk berusaha menjadi yang lebih baik lagi dikemudian harinya. Sebab dengan pemberian ganjaran ini anak akan lebih merasakan diperhatikan oleh seoran guru dengan demikian anak merasa dirinya diperhatikan  oleh guru. Begitu dengan hukuman-hukuman yang diberikan oleh guru kepada siswa yang dengan hukuman tersebut munculan sebuah pendidikan untuk siswa akan lebih berhati-hati dengan tidakan-tindakan yang mengakibatkan kesalahan. Artinya dengan hukuman yang diberikan kepada anak diharapkan anak tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Metode didactic teaching juga merupakan salah satu metode yang dapat mempengaruhi sosialisasi anak, dimana metode ini mengutamakan pengajaran kepada anak tentang berbagai macam pengetahuan dan keterampilan.
Metode pemberian contoh juga sangat krusial dalam mempengaruhi sosialisasi anak. Anak anak mudah mengikuti dan meniru apa-apa yang terjadi dilingkungannya termasum dari tingkah laku orang lain. Oleh sebab itu metode ini bisa berawal dari kelompok terdekat anak yaitu keluarga.
Dari beberapa paparan tentang proses sosialisasi anak di atas, dapat diberi penegasan bahwa proses sosialisasi anak memang harus ada keterkaitan dalam keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Kelompok-kelompok ini akan sangat membantu terhadap sosialisasi anak terutaman sosialisasi yang terjadi disekolah. Pembiasaan sosialisai anak dilingkungan keluarga yang baik akan menuntuk kemungkinan berdampak baik dilingkungan masyarakat begitu juga di sekolah. Sebab keluarga merupakan kelompok terdekat dengan anak yang paling lama waktunya untuk mendampingi anak. Jadi sangat mungkin dasar-dasar yang baik dalam bersosialisasi dapat diberikan dalam pendidikan keluarga, terutama ayah dan ibu.

3.      Sosilalisasi Peserta Didik di Sekolah
Sekolah merupakan media sosialisasi yang lebih luas dari keluarga. Sekolah memegang peranan yang cukup penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah merupakan hanya salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan anak. Sekolah mempunyai potensi yang pengaruhnya cukup besar. Di sekolah anak tidak hanya mempelajari pengetahuan dan keterampilan, melainkan juga sikap, nilai-nilai dan norma-norma[13].
Anak akan belajar kemandirian lebih intensif di sekolah dibandingkan tempat lain. Ketika di rumah seorang anak dimungkinkan memperoleh bantuan anggota keluarga untuk melaksanakan berbagai macam tugas dan pekerjaan., sedangkan di sekolah sebagian tugas dan pekerjaan dilaksanakan secara mandiri yang disertai dengan tanggung jawab[14]. Ia bukan lagi anak yang istimewa yang diberi perhatian khusus oleh ibu guru, melainkan hanya salah seorang diantara puluhan murid lainnya di dalam kelas. Di sekolah anak dituntut untuk bisa bersikap mandiri dan senantiasa memperoleh perlakuan yang tidak berbeda dari teman-temannya. Di sekolah anak juga akan banyak belajar bahwa untuk mencapai prestasi yang baik, maka yang diperlukan adalah kerja keras. Kurikulum pelajaran di sekolah relative beragam, semuanya menuntut kegigihan sendiri-sendiri.
Dalam Undang-Undang nomor 20 tenrang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa jalur pendidikan sekolah (formal) merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang (pasal 1 ayat 10). Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya. Sementara dalam perkembangan kepribadian anak didik, peranan sekolah dengan melalui kurikulum, antar lain yaitu:
a.    Anak didik belajar bergaul sesama anak didik antara guru dengan anak didik dan antara anak didik dengan orang yang bukan guru
b.    Anak didik belajar menaati peraturan-peraturan sekolah
c.    Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan Negara.
Sekolah memegang peranan penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah hanya salah satu lembaga yang bartanggung jawab atas pendidikan anak. Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya.
Sekolah merupakan lembaga tempat anak terutama diberikan pendidikan intelaktual, yakni mempersiapkan untuk sekolah yang lebih lanjut. Oleh sebab itu tugas itu cukup penting dan berat, maka perhatian sekolah sebagian besar ditunjukan kepada aspek intelektual itu. Aspek lain seperti pendidikan moral melalui pendidikan agama dan moral pancasila juga diperhatikan namun dapat kita katakan bahwa pendidikan social masih belum mendapat tempat yang menonjol. Kesempatan-kesempatan untuk kerja sama dalam pelajaran dan kegiatan kurikulum maupun kegiatan ekstra-kulikuler lainnya perlu dimanfaatkan[15].
Bisa dikatakan bahwa sebagian besar pembentukan kecerdasan (pengertian), sikap dan minat sebagai bagian dari pembentukan kepribadian, dilaksanakan oleh sekolah. Setelah masuk sekolah, anak harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi serta aturan-aturan sekolah yang berlaku dan formulatif. Tidak sedikit anak-anak pada masa awal sekolah menangis karena belum dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi yang baru. Misalnya, anak ketika masih di rumah mendapat perhatian dari beberapa orang. Sedangkan di sekolah guru harus memperhatikan anak-anak dalam satu kelas. Sehingga anak akan merasa stres jiwanya dan menangis menuntut perhatian yang lebih besar dari gurunya. Untuk itulah secara berangsur-angsur sosialisasi di sekolah harus dilakukan oleh anak, disamping guru juga harus menyesuaikan diri dengan tuntutan/  kondisi sekolah[16].

4.      Peran Keluarga dalam Proses Sosialisasi Peserta Didik
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan[17]. Zaitun menuliskan bahwa keluarga adalah group of two or more person residing together who are related blood, marriage, or adoption (Berrau of the Cencus). Atau “... a family is a group of interacting person who recognize a relationship with each other based on common parentage, marriage, and/ or adoption.. ” jadi disimpulkan bahwa keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mempunyai ikatan darah, perkawinan atau adopsi yang syah menurut agama atau negara[18].
Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil bagi anak, keluargalah tempat pertama kali pendidikan diberikan, terutama adalah ibu. Dimana seorang ibu dikatakan sebagai “al-ummu madrasatul ula”. Dimana sebelum anak mendapat pendidikan dari orang lain, ibulah yang pertama kali memberi sebuah pendidikan. Dari proses pendidikan yang diberikan ibu inilah akan terjadi sebuah interaksi seorang ibu dengan anaknya. Setelah anak lahir dan menjadi bagian dari kelompok masyarakat terkecil ini, maka keluarga merupakan sebuah agen pertama anak dalam menemukan sebuah pembelajaran tentang pengahayatan nilai-nilai budaya kehidupan. Mulai anak diajak dan diperkenalkan dengan hal yang paling terdekat dengan diri anak, seperti dikenalkan dengan anggota badan dan yang lainnya. Sehingga pada akhirnya anak tumbuh bersar dan mengenali lingkungannya. Keluarga memiliki peranan terdepan dalam memerikan kebiasaan-kebiasaan, keteladanan, kejujuran, kedisiplinan dan sejenisnya. Karena itulah keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama[19].
Adapun fungsi keluarga disini yaitu memelihara dan mendidik anggota keluarganya dengan sebaik-baiknya  dan terus berlanjut sampai ia dapat mandiri. Selain itu keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dan merupakan wadah bagi anak dalam konteks konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosial.
Menurut Oqbum (dalam Abu Ahmadi: 2007) fungsi keluarga itu adalah sebagai berikut:
a.       Fungsi kasih sayang
b.      Fungsi ekonomi
c.       Fungsi pendidikan
d.      Perlindungan/penjagaan
e.       Fungsi status keluarga
f.        Fungsi agama[20]
Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan suatu kesatuan hidup (system social), dan keluarga menyediakan situasi belajar. Ikatan kekeluargaan membantu anak mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerjasama, disiplin, tingkahlaku yang baik, serta pengakuan akan kewibawaan.
Dalam rangka pelaksanaan pendidikan nasional, peranan keluarga sebagai lembaga pendidikan semakin tampak dan penting. Peran keluarga terutama  dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat serta pembinaan bakat dan kepribadian. Keluarga juga mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap pendidikan anaknya yang lebih bersifat pembentukan watak dan budipekerti, latihan keterampilan dan pendidikan kesosialan, seperti tolong-menolong, bersama-sama menjaga kebersihan rumah, menjaga kesehatan dan ketentraman rumah tangga dan sebagainya.
Pada kebanyakan keluarga, ibu yang memegang peranan penting terhadap pendidikan anak-anaknya. Ibu dalam keluarga merupakan orang yang pertama kali berinteraksi dengan anak-anak. Pendidikan yang diberikan seorang ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yag tak dapat diabaikan sama sekali. Baik buruknya pendidikan ibu terhadap anaknya tentu akan mempengaruhi terhadap pembentukan kepribadian mereka.
Disamping ibu, ayah pun mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya terhadap pembentukan kepribadian anak. Dari seorang ayah anak akan mengenal yang namanya wibawa. Tindakan orang tua diharapkan saling menyeimbangi dan orang tua tampil sebagai penjelas nilai – nilai yang dianut oleh keluarga yang bersangkutan. Peranan orang tua dalam konteks pembinaan anak dalam keluarga meliputi peran sebagai pendidik, panutan, pendorong, pengawas, teman, inspirasi, dan konselor.
Dalam rangka melaksanakan fungsi sosialisasi, keluarga menduduki kedudukan sebagai penghubung anak dalam kehidupan sosial dan norma-norma sosial. Faktor yang menyebabkan peran keluarga sangat penting dalam proses sosialisasi anak adalah sebagai berikut :
a.       Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggotanya berinteraksi face to face secara tertutup
b.      Orang tua mempunyai motivasi kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan buah dari kasih sayang hubungan suami istri
c.       Karena hubungan sosial dalam keluarga bersifat tetap.
Fungsi sosialisasi menunjukkan peran keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak mempelajari pola-pola sikap, tingkah laku, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai di masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya. Alat pendidikan yang digunakan dalam keluarga adalah kasih sayang dan kewibawaan. Kasih sayang orang tua berperan melindungi anak dalam hal ketidakberdayaannya. Dengan dilandasi oleh kasih sayang, anak akan merasa terlindungi dan merasa aman, memungkinkan anak akan tumbuh dan berkembang secara baik. Tindakan kewibawaan sebagai perilaku seseorang yang tercermin pada rasa tanggung jawab, sehingga orang lain merasa hormat kepadanya.




C.  KESIMPULAN
Sosialisasi anak didik merupakan sebuah proses pembelajaran kepada anak didik yang diberikan melalui proses pendidikan di sekolah dengan mengajarkan kepada siswa tentang kebudayaan yang terjadi dilingkungan serta bagaiman senantiasa selalu bisa beradaptasi dimanapun, dengan siapapun dan dalam situasi apapun. Dengan demikian sosialisasi anak didik yang dilakukan di sekolah tidak luput dari dorongan keluarga. Keluarga merupak salah satu komponen terdepan bagi para peserta didik, dengan pembentukan kararter yang dilakukan didalam lingkungan keluarga, sacara langsung akan memudahkan para peserta didik untuk mudah mengenali, memahami dan menghayati setiap perbedaan kebuayaan yang terjadi di lingkungan sekolah.
Pada dasarnya poses sosialisasi anak dapat berlangsung melalui kelompok sosial/ masyarakat yang dapat terbentuk dari kelompok yang paling terdekat mulai dari keluarganya terutama ayah dan ibu, teman sepermainan, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat sekitar. Dalam proses inilah anak akan dapat memiliki perubahan, tinggal bagaimana kebudayaaan atau kebiasaan yang terjadi dilingkungan terseebut.
Karena anak berasal dalam lingkungan keluarga dan keluargalah agen yang paling dekat, khususnya ibu yang dikatan sebagai pendidikan yang pertama, maka pondasi-pondasi pembentukan kepribadian untuk mengenalkan dengan sosial dapat diberikan lebih banyak dilingkungan keluarga. Sehingga ketika anak sudah memasuki masa sekolah akan mudah beradaptasi, memahami kejadian-kejadian yang terjadi dilingkungan sekolah. Dengan demikian proses sosialisasi anak didik di sekolahpun akan berjalan dengan baik. Jadi intinya para orang tua memang benar-benar harus mengetahui bagaimana bentuk kepribadian para anak-anaknya. Untuk mengetahui hal tersebut perlu adanya para orang tua untuk mengetahui kepribadian anak melalui pendekatan-pendekatan ataupun metode tertentu. Seperti  reward and punishment, didactic teaching dan yang lebih penting adalah pemberian contoh kepada anak.






D.  DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007.

Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011.

Idi, Abdullah, Etika Pendidikan (Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2015.

Idi, Abdullah, Sosiologi Pendidikan (Individu, Masyarakat danPendidikan), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.

KBBI, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed. 3, cet. 2, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Khodijah, Nyayu, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2014.

Maulana, Rizki, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Surabaya: CV Cahaya Agency. 

Maunah, Binti, Sosiologi Pendidikan, Yogyakarta: Kalimedia, 2016.

Gunawan, Ary H., Sosiologi Pendidikan, cetakan ke-2, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Zaitun, Sosiologi Pendidikan, Pekanbaru: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2014.

S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.




[1]Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan (Individu, Masyarakat danPendidikan), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 105.
[2]S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 126.  
[3] Ibd., hlm. 126.  
[4]Rizki Maulana, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: CV Cahaya Agency), hlm. 385. 
[5]Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan (Indivifu, Masyarakat danPendidikan), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 99.  
[6]Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), hlm. 121.
[7]Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 127.   
[8]Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan (Indivifu, Masyarakat dan Pendidikan), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 108. 
[9]Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), hlm. 129. 
[10]Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2014), hlm.150.
[11]Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan (Indivifu, Masyarakat danPendidikan), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 113.  
[12]Abu Ahmadi (dalam Abdullah Idi: 2011), Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Renika Cipta, 1991), hlm. 162.
[13]Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007), hlm 183.
[14]Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 73.
[15]S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), hlm. 130-131
[16]Ary H. Gunawan, 2010. Sosiologi Pendidikan, cetakan ke-2, Jakarta: Rineka Cipta, hlm.49
[17]KBBI, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed. 3, cet. 2, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 536.
[18]Zaitun, Sosiologi Pendidikan, (Pekanbaru: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2014), hlm. 137.
[19]Abdullah Idi, Etika Pendidikan (Keluarga, Sekolah dan Masyarakat), (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2015), hlm. 125.
[20]Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007), hlm. 108-109. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar