Jumat, 11 November 2016

Makalah Metodologi Kajian Islam Komperhensif







MAKALAH
METODOLOGI KAJIAN ISLAM


Oleh
SUPANGAT
NIM : 1632313

             

Diseminarkan Sebagai Tugas Individu
Pada Mata Kuliah Kajian Islam Komprehensif
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Aflatun Muchtar, M.A



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG 2016

A.  LATAR BELAKANG
Manusia hidup di dunia ini tentu mempunyai arah dan tujuan. Arah dan tujuan manusia hidup bisa didapat melalui ajaran dan petunjuk agama yang dianutnya, sebab ajaran agama merupakan sebuah rambu-rambu  dalam kehidupan, dengan cara mematuhi norma dan ajaran yang terkandung dalam agama tersebut berarti seseorang berusaha menuju kepada sebuah kebenaran. Harun Nasution (1979: 9) mengatakan bahwa agama adalah ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Dengan manusia memegang tegung agama yang diyakininya, secara langsung manusia juga mematuhi ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. Untuk memegang teguh dan mematuhi norma-norma dalam ajaran agama termasuk Islam dituntut untuk bisa secara menyeluruh seseorang dalam memengang teguh agama ini atau dituntut untuk masuk Islam secara menyeluruh, sebagaimanan penjelasan yang memerintahkan para pemegang teguh agama Islam untuk masuk dalam Islam secara keseluruhan dalam QS. al-Baqorh: 208 sebagai berikut:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=äz÷Š$# Îû ÉOù=Åb¡9$# Zp©ù!$Ÿ2 Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÅVºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNà6s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇËÉÑÈ  
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”

Jika diperhatikan ayat di atas terdapat perintah untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan, baik dalam memahami ajaran-ajarannya maupun yang lainnya. Dengan memahami ajaran Islam melalui berbagai aspek pengetahuan atau disiplin ilmu, termasuk menggunakan metode dan pendekatan dalam mengkaji Islam tidak akan terjadi kesalahpahaman dalam memahami ajaran Islam. Karena begitu luasnya kajian Islam yang bukan hanya aspek teologi normatif saja, tentu sangat diperlukan metode berbagai pendekatan dalam memahami Islam secara menyeluruh. Ketika menyelesaikan permasalahan tidak hanya menggunakan satu disiplin ilmu saja, misalnya, memecahkan masalah tentang pelacuran, jika disiplin ilmu yang digunakan fikih saja misalnya. Pandangan fikih tempat pelacuran itulah yang harus dimusnahkan. Namun kaitannya dengan pelacuran itu menyangkut hal yang sangat luas. Tempat pelacuran bisa dikaitkan dengan masalah ketenaga kerjaan, sistem perekonomian, kesenjangan sosial dan yang lainnya. Artinya memcahkah masalah tersebut tidak hanya dipandang dari sudut disiplin ilmu fikih saja tapi memerlukan pendekatan-pendekatan yang lain.
Beberapa sudut pandang inilah yang sangat diperlukan dalam memahami Islam secara menyeluruh baik dengan menggunakan metode dan pendekatan yang kiranya cocok dengan pokok permasalahnya. Berkenaan dengan hal tersebut, makalah ini mencoba menghadirkan dan menawarkan metode dan pendekatan dalam mengkaji Islam secara menyeluruh melalu berbagai metode dan pendekatan.

B.  PEMBAHASAN
1.      Metodologi Kajian Islam
Metodologi merupakan sebuah kajian tentang ilmu metode. Kaitannya denga kajian Islam adalah sebuah metode untuk mengkaji atau memahami Islam secara menyeluruh. Dalam pembahasan ini penulis akan menawarkan berbagai metode yang berdasarkan beberapa sumber dari pendapat ahli yang akan penulis kemukakan antara lain:
Pertama, menurut Ali Sari’ati (1982: 72): menurutnya ada beberapa cara untuk memahami Islam, yaitu:
1.      Mengenal Allah dan membandingkannya dengan sesembahan agama-agama lain
2.      Mempelajari kepribadian Rasul Islam dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh besar pembaharuan yang pernah hidup dalam sejarah
3.      Mempelajari tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkannya dengan dengan tokoh-tokoh utama agama maupun aliran pemikiran lain.
Kedua, Nasruddin Razak (1977), menurutnya ada empat cara untuk memahami Islam secara benar, yaitu:
1.      Islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits
2.      Islam harus dipelajari secara integral, tidak dengan cara parsial, artinya harus dipelajari secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang bulat tidak secara sebagian saja
3.      Islam perlu dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama’ besar dan sarjana-sarjaran Islam yang dianggap memiliki pemahaman Islam yang baik
4.      Islam hendaknya dipelajari dari ketentuan normatif teologis yang ada dalam al-Qur’an, baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, emiris, dan sosiologis yang ada di masyarakat.
Dari kedua ahli tersebut, bahwa metode yang dapat digunakan untuk memahami Islam secara menyeluruh secara garis besar ada dua macam, yaitu (1) metode komparasi yaitu suatu untuk memahami agama dengan cara membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama lain, dengan demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang objektif dan utuh. (2) metode sintesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala ciri yang rasional, objektif, kritis dan seterusnya dengan metode teologis normatif. Dimana metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang tampak dalam kenyataan historis, empiris dan sosiologis, sedangkan metode teologis normatif digunakan untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab suci.

2.      Pendekatan-pendekatan dalam mengkaji Islam
a.      Pendekatan Teologis Normatif
Sebelum lebih lanjut mengetahui atau membahas tentang pendekatan dalam mengkaji Islam dengan menggunakan pendekatan teologis normatif ini, terlebih dulu akan dijelaskan menurut pengertianya masing-masing. Kata teologi merupakan istilah dari bahasa Yunani yaitu theos dan logos yang berarti ilmu ketuhanan. Yang dalam Islam lebih dikenal dengan ilmu kalam yaitu perkataan-perkataan manusia tentang Allah.
Dalam Encyclopedia of Religion and Religion dikatakan bahwa teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta, namun sering kali diperluas mencakup seluruh  bidang agama. Dengan pengertian yang luas inilah yang secara umum biasa dipakai dikalangan Kristen. Seperti adanya sekolah jurusan Teologi. Imam Suproyogo (2003:  58) mengatakan bahwa ketika berbicara masalah teologi sekurang-kurangnya dilihat dari tiga segi: pertama, teologi aktual, yaitu berteologi yang melahirkan keprihatinan iman dalam wujud tingkah laku sehari-hari, kedua, teologi intelektual, yaitu teologi yang melahirkan pemikirkan keagamaan berjilid-jilid yang hanya dipahami oleh para alim dibidangnya dan ketiga, teologi spiritual, yaitu yang melahirkan perilaku mistik.    
Dapat dikatakan bahwa teologi selalu bertitik pada asumsi dasar, bahwa Allah yang dipercayai, Allah yang berfirman, Allah yang menyatakan kehendak-Nya. Firman dan kehendak-Nya itu adalah mengenai kebenaran dan keselamatan serta kesejahteraan seluruh ciptaan-Nya. Oleh karena itu siapa saja yang mendambakan kebenaran dan kebenaran serta kesejahteraan harus sungguh-sungguh dalam memberlakukan firman-Nya.
Teologi Normatif sebagai pendekatan dalam mengkaji Islam. Pendekatan teologis normatif adalah sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai salah satu yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya (Abudin Nata: 2012, 28). Juga dapat dikatakan bahwa pendekatan teologi merupakan sebuah pendekatan yang mengklaim bahwa dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lain sebagai yang salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan menganggap paham orang lain adalah keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya. Dan sebaliknya paham yang dituduh keliru sesat dan murtad pun menuduh kepada lawannya sebagai yang salah, sesat, kafir dan sebagainya. Dengan demikian terjadilah antar kedua kubu tersebut saling mengkafirkan dan saling menyalahkan dan seterusnya. Padahal jika berpijak pada makna filosofis menunjuk kesalahan kepada orang lain dengan jari tangan yang ada lima, maka maknanya lebih banyak jari yang kembali kepada orang yang menunnjuk ketimbang kepada yang ditunjuk yaitu hanya satu jari saja.
Prulalitas dalam perbedaan tersebut seharusnya tidak membawa pada saling bermusuhan dan selalu menonjolakan segi-segi perbedaannya masing-masing secara arogan, tetapi seharusnya dicari titik persamaannya untuk menuju pada subsatansi dan misi agama yang paling suci yang antara lain adalah mempersatukan dan mendamaikan kehidupan manusia seta mewujudkan rahmat bagi seluruh alam (Abudin Nata, 2011: 112). Yang kemudian dilandasi pada prinsip keadilan, kemanusiaan, kebersamaan, kemitraan, saling menolong, saling mewujudkan kedamaian. Jika misi yang seperti ini dapat dirasakan, maka akan muncul fungsi agama bagi kehidupan manusia dapat dirasakan.
Beberapa penjelasan tersebut bahwa pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berfikir deduktif, dengan berawal keyakinan yang diyakini ajaran berawal dari Tuhan, sudah pasti benar sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil argumentasi. Kelebihan memahami agama dengan menggunakan pendekatan teologis normatif ini adalah seseorang akan memiliki sikap militansi dalam beragama, yakni seseorang akan berpegang teguh dengan agama yang diyakininya sebagai agama yang benar tanpa memandang dan meremehkan yang lainnya, dengan pendekatan ini seseorang akan memiliki sifat dan pandangan fanatis terhadap apa yang ia yakini. Sendangkan juga terdapat kelemahan dengan pendekatan ini, yaitu pendekatan ini akan bersifat esklusif, dogmatis yang tidak mau mengakui kebenaran yang lain, ia menganggap bahwa yang ia yakini adalah yang paling benar. Namun dengan demikian pendekatan ini akan bisa dibantu melalui pendekatan yang lain termasuk pedekatan sosiologis.

b.      Pendekatan Antropologis
Berbicara masalah kajian Islam dengan menggunakan pendekatan antropologis artinya tidak akan terlepas dengan pembahasan tentang sosiologi. Dimana sosiologi dalam sejarahnya digunakan untuk mengkaji masyarakat modern, sementara antropologis dalam kajiannya mendalami tentang masyarakat primitif. Namun sekarang terdapat kecenderungan bahwa antropologi juga tidak digunakan untuk meneliti masyarakat primitif saja, bahkan masyarakat yang komplek dan maju. Pada awal perkembangan sosiologi merupakan ilmu yang untuk mempeajari masyarakat barat, masyarakat industri dan masyarakat berperadaban, sedangkan antropologi untuk mempelajari masyarakat kulit berwarna, masyarakat terbelakang, dan masyarakat belum berperadaban ( Imam Suprayogo, 2003: 62).
Memang sebenarnya sosiologi dan antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang makhluk sosial, hanya bedanya sosiologi mengkaji tentang masyarakat dari aspek keumuman dan keteraturannya, mempelajari manusia dalam hubungannnya dengan manusia lainnya, sedangkan antropologi lebih menekankan keunikan dan keanehannya. Dan atau kalau sosiologi banyak mempelajari manusia sebagai makhluk individu dan sosial yang lebih menekankan aspek sosialnya sedangkan antropologi lebih menekankan pada aspek budayanya. Dimana menurut Imam Suprayogo, (2003: 62) yang menjadi fokus penelitian atau pengkajian dengan pendekatan antropologi adalah ungkapan kebutuhan makhluk sebagai makhluk budaya yang meliputi (1) pola-pola keberagamaan manusia, dari perilaku bentuk-bentuk agama primitif yang mengedepankan hal yang magic dan mitos; (2) agama yang pengungkapannya dalam bentuk mitos, simbol-simbol, ritual, upacara pengorbanan, semedi dan selametan; (3) pengalaman religius, yang meliputi meditasi, do’a, mistisisme dan sufisme.
Dalam konteksnya sebagai metodologi, Antropologi merupakan ilmu tentang masyarakat dengan bertitik tolak dari unsur-unsur tradisional, mengenai aneka warna, bahasa-bahasa dan sejarah perkembangannya serta persebarannya, dan mengenai dasar-dasar kebudayaan manusia dalam masyarakat. Memahami Islam secara antropologis memiliki makna memahami Islam dengan mengungkap tentang asal-usul manusia yang berbeda dengan pandangan Teori Evolusi (The Origin of Species) nya Charles Darwin. Bisa juga memahami misalnya, tentang kisah Ashabul Kahfi yang tidur selama kurang lebih 309 tahun. Ini merupakan salah satu topik yang menarik untuk diteliti melalui pendekatan antropologis (Supiana, 2012: 90-91).
Dengan demikian pendekatan ini dipandang sangat penting untuk digunakan dalam memahami agama Islam, karena dalam ajaranya yang memiliki kaitannya dengan informasi yang dapat dijelaskan melalui bantuan ilmu antropologi ini. Sehingga pemahaman tentang Islam akan bertambah serta terhindar dari kesalahtafsiran suatu kejadian atau sebuah peristiwa.
  
c.       Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan (Abudin Nata, 2012: 39). Soerjono Soekanto (1982: 18) mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi terhadap persoalan penilaian. Sehubungan dengan pendekatan sosiologi yang dijadikan salah satu pendekatan untuk mengkaji Islam, maka sosiologi dirumuskan sebagai kajian tentang interelasi Islam sendiri dengan masyarakat serta bentuk-bentuk yang terjadi antar masyarakat.
Menurut Jalaluddin Rahmat dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, dijelaskan bahwa begitu besarnya agama menyoroti tentang masalah sosial, dengan memberikan lima alasan sebagai berikut:
Pertama, penjelasan dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang sosial bahwa perbandingan ayat-ayat tentang ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu banding seratus, untuk satu ayat tentang ibadah ada seratus ayat tetang muamalah (tentang sosial). Misalnya ciri-ciri orang mukmin sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-Mukminun ayat 1-9, yang menjelaskan orang yang sholatnya khusyuk, menghindari diri dari perbuatan yang tidak bermanfaat, menjaga amanat dan janjinya dan dapat menjaga kehormatannya dari perbuatan maksiat.
Kedua, ditekankan masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah  yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perorangan. Karena itu sholat yang dilakukan dengan berjama’ah nilai ganjarannya lebih tinggi daripada sholat yang dilakukan dengan sendiri menurut keterangannnya dengan ukuran satu berbanding dua puluh tujuh derajat.
Keempat, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar ketentuan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Misalnya bila seseorang tidak mampu berpuasa (puasa adalah ibadah), maka seseorang itu bisa menebus fidyah (sebagai ganti) dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin.
Kelima, dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunah.
Dengan berbagai keterangan diatas, bisa dipahami bahwa memang dengan pendekatan sosiologis, Islam akan mudah untuk lebih dipahami. Hal ini karena sesungguhnya Islam diturunkan oleh Allah kepada Rasulnya adalah untuk Rahmatal Lil’alamin yakni untuk kepentingan sosial bukan individu Muhammad SAW saja.

d.      Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Yang berasal dari kata philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari dua kata yaitu philos yang berarti cinta, dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah dan kebijasanaan (Ali H, 1990: 7). Muhammad Mufid (2009: 173) mengungkapkan bahwa filsafat adalah sejumlah keyakinan, sikap, cita-cita, aspirasi, tujuan, nilai, norma, aturan, dan prinsip etis.
Dari pengertian tersebut dapat diberi pemahaman bahwa filsafat pada intinya adalah mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriyah. Sebagai contoh dijumpai berbagai merek pena dengan kualitas dan harga yang berbeda namun intinya adalah semua pena merupakan sebagai alat tulis. Ketika disebut alat tulis, maka tercakuplah semua merek pena dengan berbagai merek, kualitas dan harga yang berbeda.
Menggunakan pendekatan filosofis selanjutnya dapat digunakan guna memahami dan mengkaji masalah ajaran Islam, yang memiliki tujuan hikmah, agar inti ajaran Islam dapat dipahami dan dikaji secara seksama. Melalui pendekatan filosofis ini sudah banyak digunakan oleh para ahli seperti Muhammad Al-Jurjawi dalam bukunya yang berjudul Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatun yang mengungkapkan beberapa hikmah dibalik ajaran-ajaran Islam. Seperti misalnya mengajarkan agar melaksanakan sholat berjama’ah yang tujuannya adalah agar manusia merasakan hikmahnya hidup secara bersamaan dan berdampingan dengan orang lain.
Contoh lain misalnya jika menilik kebelakang tentang sejarah para nabi terdahulu. Nabi Yusuf misalnya, yang digoda seorang wanita bangsawan ketika itu, memang bila dilihat secara lahiriyah didalamnya terdapat unsur pornografi. Pandangan demikian itu bisa terjadi apabila seseorang hanya memahami kejadian ini hanya bentuk lahiriyahnya saja. Padahal kisah tersebut Tuhan mengajarkan kepada manusia agar memiliki ketampanan lahiriyah dan juga sekaligus ketampanan batinnya secara prima. Nabi Yusuf menunjukkan dapat mengendalikan nafsunya untuk tidak melakukan perbuatan maksiat tersebut. Dengan kisah-kisah dan ajaran inilah seseorang dapat memahami hanya dengan menggunakan pendekatan filosofis dan manusia dapat menangkap hikmah dari suatu ajaran yang ada didalamnya.
Karena dengan memahami dan mengkaji Islam dengan pendekatan filosofis ini dianggap sangat penting, maka banyak dijumpai bahwa filsafat telah digunakan untuk memahami selain yang berkaitan dengan ajaran Islam, namun juga ada yang berkaitan  hukum, dijumpai dengan filsafat hukum Islam, yang berkaitan dengan ekonomi dijumpai dengan filsafat ekonomi dan seterusnya. Dengan menggunakan pendekatan ini, maka manusia tidak akan mudah keliru dalam mengamalkan ajaran Islam itu sendiri, yang ajarannya diamalakan hanya formalistik saja, yang hanya dilakukan namun kosong tidak tau artinya sama sekali. Pada akhirnya mereka hanya sebatas mengamalkan ajaran Islam tersebut hanyalah pengakuan formalistik saja, segabai contoh sudah melaksanakan ibadah haji, sudah merasa sudah melaksanakan rukun Islam yang kelima dan tak jarang terjadi tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam ibadah tersebut. Terjadilah macam-macam hasil dari ibadah haji yang dilakukan masih mau melanggar aturan yang ada dalam ajaran Islam.
 
e.       Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut (Abdullah: 1987, 105). Untuk mengatahui peristiwa yang terjadi pada masa lampau sangat perlu untuk dikaji dimana letak kejadian, waktu sebuah kejadian itu terjadi serta motiv apa pelaku melakukan hal tersebut.
Memahami dan mengkaji Islam melalui pendekatan historis ini amat dan sangat dibutuhkan sebab Islam itu sendiri diturunkan dalam situasi konkret bahkan terjadi dengan kondisi sosial masyarakat. Melalui pendekatan historis ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan dengan suatu peristiwa (Abudin Nata: 2012, 48). Dari sinilah seseorang tidak akan memahami dan mengkaji Islam keluar dari kontek historinya, sebab pemahaman yang demikian akan menyesatkan orang yang memahaminya. Contoh seseorang ingin memahami serta mempelajari turunnya al-Qur’an yang disebut ilmu Asbabun Nuzul (ilmu yang mempelajari sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an) atau pada intinya adalah sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Sehingga dengan ilmu Asbabun Nuzul  ini diharapkan seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung pada ayat-ayat yang diturunkan tersebut. Sebagaimana ungkapan Manna’ Al-Qathan (1997: 79) bahwa dengan ilmu Asbabun Nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya. 
f.       Pendekatan Kebudayaan
Istilah kebudayaan memiliki arti hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat (Hasan Alwi, dkk., 2002: 170). Dengan definisi ini dapat dipahami bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya, yang mana dalam kebudayaan tersebut terdapat sebuah pengetahuan, keyakinan, nilai seni, moral dan adat istiadat.
Pendekatan kebudayaan tesebut selanjutnya digunakan sebagai sarana untuk memahami dan mengkaji Islam. Seperti misalnya dijumpai kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat. Dalam produk kebudayaan tersebut terdapat unsur Islam didalamnya, seperti pakaian model jilbab, kebaya dan lainnya yang dapat dijumpai dalam Islam.

g.      Pendekatan Psikologis
Dalam khazanah keilmuan Islam, psikologi disebut sebagai ilmu nafs yang mempelajari perilaku tidak hanya berbagai fenomena kejiawaan saja, melainkan dibahas juga dalam konteks sistem kerohanian dalam perspektif al-Qur’an dan as-Sunah (Nyayu Khodijah, 2014: 3). Selanjutnya Zakiah Daradjat (1987: 76) mengatakan bahwa perilaku seseorang yang tampak lahiriyah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang di anutnya. 
Berkaitan dengan memahami Islam dengan menggunakan pendekatan psikologis berarti psikologis ini adalah menyelidiki Islam sebagai gejala kejiwaan. Penyelidikan Islam sebagai gejala kejiwaan ini dipandang sangat penting, sebab mengingat persoalan yang paling mendasar adalah persoalan kejiwaan. Manusia mau menyakini dan mau berserah diri kepada Allah, melakukan berbagai upacara yang ia yakini, misalnya berdo’a, rela berkorban dan rela hidupnya dikendalikan dengan ajaran-ajaran Islam ini merupakan persoalan kejiwaan.
Yang menjadi fokus pembahasan ketika psikologi dijadikan sebagai pendekatan dalam meneliti agama sebagaiman dijelaskan oleh Poul E Johnson (dalam Abudin Nata, 2012: 64) meliputi aspek kejiwaan tentang: (1) pengalaman beragama, yaitu kondisi jiwa (pikiran, perasaan, emosi) ketika berdo’a, beribadat, upacara-upacara keagamaan, meditasi, tasawuf kaum sufi, berkurban dan lainnya; (2) pertumbuhan beragama, kondisi jiwa pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa; (3) konversi agama, yaitu faktor-faktor kejiwaan seseorang ketika memutuskan pindah agama, kondisi kejiwaan dalam kehidupan keagaman baru, psikologi para mualaf; (4) doa dan kebaktian, yaitu bagaimana kondisi kejiwaan seseorang yang mengharuskan ia melakukan doa dan kebaktian serta bagaimana yang bersangkutan memaknai kegiatan tersebut.  

C.  KESIMPULAN
Dari beberapa uraian di atas tentang metodologi kajian Islam secara menyeluruh, ada dua hal yang menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini yang dapat di ambil sebagai titik terang yaitu : (1) dalam makalah ini menggali tentang metode yang digunakan dalam mengkaji Islam secara menyeluru; (2) berbagai pendekatan yang digunakan dalam memahami dan mengkaji Islam agar tidak terjadi kekeliruan dalam memahami Islam secara menyeluruh.
Metode adalah cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar sesuai dengan tujuan. Tujuan Islam adalah Rahmatal lilalamin, setidaknya secara umum ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengkaji Islam yaitu metode komparasi dan metode sintesis.
Pendekatan adalah sebuah proses yang digunakan untuk mencapai hasil sebuah penelitian yang sesuai dengan dengan sudut pandang dalam menyikapi pokok permasalahan. Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami dan mengkaji Islam secara menyeluruh yaitu: Pendekatan Teologis Normatif, Pendekatan Antropologis, Pendekatan Sosiologis, Pendekatan Filosofis, Pendekatan Historis, Pendekatan Kebudayaan dan Pendekatan Psikologis.











D.  DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2002.  Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke 3. Jakarta: Balai Pustaka.

Abdullah. 1987. Sejarah dan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Ali, H. 1990. Filsafat Pendidika. Yogyakarta: Kota Kembang.

Ali, Mukti. 1990. Metodologi Ilmu Agama Islam, dalam Taufik dan M. Rusli Karim (ed), dalam Metodologi Penelitian Penelitian Agama Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Daradjat, Zakiah. 1987. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Khodijah, Nyayu, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2014.

Manma’ Al-Qathan. 1977. Mababits Fi Ulumi al-Qur’an. Mesir : Daral Ma’arif.

Mufid, M. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Mudzhar,  Atho. 2007. Pendekatan Studi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nata, Abudin. 2012. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

___________. 2011. Studi Islam Komprehensif.  Jakarta: Kencana.

Nasution, Harun. 1979. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I. Jakarta: UI Pres.

Razak, Nasruddi. 1977. Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam Sebagai Suatu Aqidah dan Way of Life. Bandung: Al-Ma’arif.

Rahmat, Jalaluddin. 1983, Islam Alternatif. Bandung: Mizan Cet. I.

Syari’ati, Ali. 1982. Tentang Sosiologi Islam (trj.) Saifuddin mahyudin, dari judul asli, The Sociology Of Islam. Yogyakarta: Ananda.

Suprayogo, Imam. 2003. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung: PT Remaja Rosadakarya.

Supiana, 2012. Metodologi Studi Islam, cet. II. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar