MAKALAH
METODOLOGI KAJIAN ISLAM
Oleh
SUPANGAT
NIM : 1632313
Diseminarkan Sebagai Tugas Individu
Pada Mata Kuliah Kajian Islam Komprehensif
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Aflatun Muchtar, M.A
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG 2016
A.
LATAR BELAKANG
Manusia hidup di dunia ini tentu mempunyai arah dan tujuan. Arah
dan tujuan manusia hidup bisa didapat melalui ajaran dan petunjuk agama yang
dianutnya, sebab ajaran agama merupakan sebuah rambu-rambu dalam kehidupan, dengan cara mematuhi norma
dan ajaran yang terkandung dalam agama tersebut berarti seseorang berusaha
menuju kepada sebuah kebenaran. Harun Nasution (1979: 9) mengatakan bahwa agama
adalah ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Dengan manusia memegang
tegung agama yang diyakininya, secara langsung manusia juga mematuhi
ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. Untuk memegang teguh dan mematuhi
norma-norma dalam ajaran agama termasuk Islam dituntut untuk bisa secara
menyeluruh seseorang dalam memengang teguh agama ini atau dituntut untuk masuk
Islam secara menyeluruh, sebagaimanan penjelasan yang memerintahkan para
pemegang teguh agama Islam untuk masuk dalam Islam secara keseluruhan dalam QS.
al-Baqorh: 208 sebagai berikut:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=äz÷$# Îû ÉOù=Åb¡9$# Zp©ù!$2 wur (#qãèÎ6®Ks? ÅVºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNà6s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇËÉÑÈ
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu”
Jika diperhatikan ayat di atas terdapat perintah untuk masuk ke
dalam Islam secara keseluruhan, baik dalam memahami ajaran-ajarannya maupun
yang lainnya. Dengan memahami ajaran Islam melalui berbagai aspek pengetahuan
atau disiplin ilmu, termasuk menggunakan metode dan pendekatan dalam mengkaji
Islam tidak akan terjadi kesalahpahaman dalam memahami ajaran Islam. Karena
begitu luasnya kajian Islam yang bukan hanya aspek teologi normatif saja, tentu
sangat diperlukan metode berbagai pendekatan dalam memahami Islam secara
menyeluruh. Ketika menyelesaikan permasalahan tidak hanya menggunakan satu
disiplin ilmu saja, misalnya, memecahkan masalah tentang pelacuran, jika
disiplin ilmu yang digunakan fikih saja misalnya. Pandangan fikih tempat
pelacuran itulah yang harus dimusnahkan. Namun kaitannya dengan pelacuran itu
menyangkut hal yang sangat luas. Tempat pelacuran bisa dikaitkan dengan masalah
ketenaga kerjaan, sistem perekonomian, kesenjangan sosial dan yang lainnya.
Artinya memcahkah masalah tersebut tidak hanya dipandang dari sudut disiplin
ilmu fikih saja tapi memerlukan pendekatan-pendekatan yang lain.
Beberapa sudut pandang inilah yang sangat diperlukan dalam memahami
Islam secara menyeluruh baik dengan menggunakan metode dan pendekatan yang
kiranya cocok dengan pokok permasalahnya. Berkenaan dengan hal tersebut,
makalah ini mencoba menghadirkan dan menawarkan metode dan pendekatan dalam
mengkaji Islam secara menyeluruh melalu berbagai metode dan pendekatan.
B.
PEMBAHASAN
1.
Metodologi Kajian Islam
Metodologi merupakan sebuah kajian tentang ilmu metode. Kaitannya
denga kajian Islam adalah sebuah metode untuk mengkaji atau memahami Islam secara
menyeluruh. Dalam pembahasan ini penulis akan menawarkan berbagai metode yang
berdasarkan beberapa sumber dari pendapat ahli yang akan penulis kemukakan
antara lain:
Pertama, menurut Ali
Sari’ati (1982: 72): menurutnya ada beberapa cara untuk memahami Islam, yaitu:
1.
Mengenal
Allah dan membandingkannya dengan sesembahan agama-agama lain
2.
Mempelajari
kepribadian Rasul Islam dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh besar
pembaharuan yang pernah hidup dalam sejarah
3.
Mempelajari
tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkannya dengan dengan tokoh-tokoh
utama agama maupun aliran pemikiran lain.
Kedua, Nasruddin Razak (1977), menurutnya ada empat cara untuk memahami
Islam secara benar, yaitu:
1.
Islam
harus dipelajari dari sumbernya yang asli, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits
2.
Islam
harus dipelajari secara integral, tidak dengan cara parsial, artinya harus
dipelajari secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang bulat tidak secara
sebagian saja
3.
Islam
perlu dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama’ besar dan
sarjana-sarjaran Islam yang dianggap memiliki pemahaman Islam yang baik
4.
Islam
hendaknya dipelajari dari ketentuan normatif teologis yang ada dalam al-Qur’an,
baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, emiris, dan sosiologis
yang ada di masyarakat.
Dari kedua ahli
tersebut, bahwa metode yang dapat digunakan untuk memahami Islam secara
menyeluruh secara garis besar ada dua macam, yaitu (1) metode komparasi yaitu
suatu untuk memahami agama dengan cara membandingkan seluruh aspek yang ada
dalam agama Islam tersebut dengan agama lain, dengan demikian akan dihasilkan
pemahaman Islam yang objektif dan utuh. (2) metode sintesis, yaitu suatu cara
memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala ciri yang
rasional, objektif, kritis dan seterusnya dengan metode teologis normatif.
Dimana metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang tampak dalam kenyataan
historis, empiris dan sosiologis, sedangkan metode teologis normatif digunakan
untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab suci.
2.
Pendekatan-pendekatan dalam mengkaji Islam
a.
Pendekatan Teologis Normatif
Sebelum lebih lanjut mengetahui atau membahas tentang pendekatan
dalam mengkaji Islam dengan menggunakan pendekatan teologis normatif ini,
terlebih dulu akan dijelaskan menurut pengertianya masing-masing. Kata teologi
merupakan istilah dari bahasa Yunani yaitu theos dan logos yang
berarti ilmu ketuhanan. Yang dalam Islam lebih dikenal dengan ilmu kalam yaitu
perkataan-perkataan manusia tentang Allah.
Dalam Encyclopedia of Religion and Religion dikatakan bahwa
teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan
alam semesta, namun sering kali diperluas mencakup seluruh bidang agama. Dengan pengertian yang luas
inilah yang secara umum biasa dipakai dikalangan Kristen. Seperti adanya
sekolah jurusan Teologi. Imam Suproyogo (2003:
58) mengatakan bahwa ketika berbicara masalah teologi sekurang-kurangnya
dilihat dari tiga segi: pertama, teologi aktual, yaitu berteologi yang
melahirkan keprihatinan iman dalam wujud tingkah laku sehari-hari, kedua, teologi
intelektual, yaitu teologi yang melahirkan pemikirkan keagamaan berjilid-jilid
yang hanya dipahami oleh para alim dibidangnya dan ketiga, teologi
spiritual, yaitu yang melahirkan perilaku mistik.
Dapat dikatakan bahwa teologi selalu bertitik pada asumsi dasar,
bahwa Allah yang dipercayai, Allah yang berfirman, Allah yang menyatakan
kehendak-Nya. Firman dan kehendak-Nya itu adalah mengenai kebenaran dan
keselamatan serta kesejahteraan seluruh ciptaan-Nya. Oleh karena itu siapa saja
yang mendambakan kebenaran dan kebenaran serta kesejahteraan harus
sungguh-sungguh dalam memberlakukan firman-Nya.
Teologi Normatif sebagai pendekatan dalam mengkaji Islam. Pendekatan
teologis normatif adalah sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan
kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik
dari suatu keagamaan dianggap sebagai salah satu yang paling benar dibandingkan
dengan yang lainnya (Abudin Nata: 2012, 28). Juga dapat dikatakan bahwa
pendekatan teologi merupakan sebuah pendekatan yang mengklaim bahwa dirinya
sebagai yang paling benar sedangkan yang lain sebagai yang salah. Aliran
teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar
sedangkan menganggap paham orang lain adalah keliru, sesat, kafir, murtad dan
seterusnya. Dan sebaliknya paham yang dituduh keliru sesat dan murtad pun
menuduh kepada lawannya sebagai yang salah, sesat, kafir dan sebagainya. Dengan
demikian terjadilah antar kedua kubu tersebut saling mengkafirkan dan saling
menyalahkan dan seterusnya. Padahal jika berpijak pada makna filosofis menunjuk
kesalahan kepada orang lain dengan jari tangan yang ada lima, maka maknanya
lebih banyak jari yang kembali kepada orang yang menunnjuk ketimbang kepada
yang ditunjuk yaitu hanya satu jari saja.
Prulalitas dalam perbedaan tersebut seharusnya tidak membawa pada
saling bermusuhan dan selalu menonjolakan segi-segi perbedaannya masing-masing
secara arogan, tetapi seharusnya dicari titik persamaannya untuk menuju pada
subsatansi dan misi agama yang paling suci yang antara lain adalah
mempersatukan dan mendamaikan kehidupan manusia seta mewujudkan rahmat bagi
seluruh alam (Abudin Nata, 2011: 112). Yang kemudian dilandasi pada prinsip
keadilan, kemanusiaan, kebersamaan, kemitraan, saling menolong, saling
mewujudkan kedamaian. Jika misi yang seperti ini dapat dirasakan, maka akan
muncul fungsi agama bagi kehidupan manusia dapat dirasakan.
Beberapa penjelasan tersebut bahwa pendekatan teologis dalam
memahami agama menggunakan cara berfikir deduktif, dengan berawal keyakinan
yang diyakini ajaran berawal dari Tuhan, sudah pasti benar sehingga tidak perlu
dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya
diperkuat dengan dalil-dalil argumentasi. Kelebihan memahami agama dengan
menggunakan pendekatan teologis normatif ini adalah seseorang akan memiliki
sikap militansi dalam beragama, yakni seseorang akan berpegang teguh dengan
agama yang diyakininya sebagai agama yang benar tanpa memandang dan meremehkan
yang lainnya, dengan pendekatan ini seseorang akan memiliki sifat dan pandangan
fanatis terhadap apa yang ia yakini. Sendangkan juga terdapat kelemahan dengan
pendekatan ini, yaitu pendekatan ini akan bersifat esklusif, dogmatis yang
tidak mau mengakui kebenaran yang lain, ia menganggap bahwa yang ia yakini
adalah yang paling benar. Namun dengan demikian pendekatan ini akan bisa
dibantu melalui pendekatan yang lain termasuk pedekatan sosiologis.
b.
Pendekatan Antropologis
Berbicara masalah kajian Islam dengan menggunakan pendekatan
antropologis artinya tidak akan terlepas dengan pembahasan tentang sosiologi.
Dimana sosiologi dalam sejarahnya digunakan untuk mengkaji masyarakat modern,
sementara antropologis dalam kajiannya mendalami tentang masyarakat primitif.
Namun sekarang terdapat kecenderungan bahwa antropologi juga tidak digunakan
untuk meneliti masyarakat primitif saja, bahkan masyarakat yang komplek dan
maju. Pada awal perkembangan sosiologi merupakan ilmu yang untuk mempeajari
masyarakat barat, masyarakat industri dan masyarakat berperadaban, sedangkan
antropologi untuk mempelajari masyarakat kulit berwarna, masyarakat
terbelakang, dan masyarakat belum berperadaban ( Imam Suprayogo, 2003: 62).
Memang sebenarnya sosiologi dan antropologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang makhluk sosial, hanya bedanya sosiologi mengkaji tentang
masyarakat dari aspek keumuman dan keteraturannya, mempelajari manusia dalam
hubungannnya dengan manusia lainnya, sedangkan antropologi lebih menekankan
keunikan dan keanehannya. Dan atau kalau sosiologi banyak mempelajari manusia
sebagai makhluk individu dan sosial yang lebih menekankan aspek sosialnya
sedangkan antropologi lebih menekankan pada aspek budayanya. Dimana menurut
Imam Suprayogo, (2003: 62) yang menjadi fokus penelitian atau pengkajian dengan
pendekatan antropologi adalah ungkapan kebutuhan makhluk sebagai makhluk budaya
yang meliputi (1) pola-pola keberagamaan manusia, dari perilaku bentuk-bentuk
agama primitif yang mengedepankan hal yang magic dan mitos; (2) agama yang
pengungkapannya dalam bentuk mitos, simbol-simbol, ritual, upacara pengorbanan,
semedi dan selametan; (3) pengalaman religius, yang meliputi meditasi, do’a,
mistisisme dan sufisme.
Dalam
konteksnya sebagai metodologi, Antropologi merupakan ilmu tentang masyarakat
dengan bertitik tolak dari unsur-unsur tradisional, mengenai aneka warna,
bahasa-bahasa dan sejarah perkembangannya serta persebarannya, dan mengenai
dasar-dasar kebudayaan manusia dalam masyarakat. Memahami Islam secara
antropologis memiliki makna memahami Islam dengan mengungkap tentang asal-usul
manusia yang berbeda dengan pandangan Teori Evolusi (The Origin of Species)
nya Charles Darwin. Bisa juga memahami misalnya, tentang kisah Ashabul Kahfi
yang tidur selama kurang lebih 309 tahun. Ini merupakan salah satu topik yang
menarik untuk diteliti melalui pendekatan antropologis (Supiana, 2012: 90-91).
Dengan demikian
pendekatan ini dipandang sangat penting untuk digunakan dalam memahami agama
Islam, karena dalam ajaranya yang memiliki kaitannya dengan informasi yang
dapat dijelaskan melalui bantuan ilmu antropologi ini. Sehingga pemahaman
tentang Islam akan bertambah serta terhindar dari kesalahtafsiran suatu
kejadian atau sebuah peristiwa.
c.
Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat
lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang
saling berkaitan (Abudin Nata, 2012: 39). Soerjono Soekanto (1982: 18)
mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi terhadap
persoalan penilaian. Sehubungan dengan pendekatan sosiologi yang dijadikan
salah satu pendekatan untuk mengkaji Islam, maka sosiologi dirumuskan sebagai
kajian tentang interelasi Islam sendiri dengan masyarakat serta bentuk-bentuk
yang terjadi antar masyarakat.
Menurut Jalaluddin Rahmat dalam bukunya yang berjudul Islam
Alternatif, dijelaskan bahwa begitu besarnya agama menyoroti tentang
masalah sosial, dengan memberikan lima alasan sebagai berikut:
Pertama, penjelasan
dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang sosial bahwa perbandingan ayat-ayat
tentang ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu
banding seratus, untuk satu ayat tentang ibadah ada seratus ayat tetang muamalah
(tentang sosial). Misalnya ciri-ciri orang mukmin sebagaimana yang
dijelaskan dalam QS. Al-Mukminun ayat 1-9, yang menjelaskan orang yang
sholatnya khusyuk, menghindari diri dari perbuatan yang tidak bermanfaat,
menjaga amanat dan janjinya dan dapat menjaga kehormatannya dari perbuatan
maksiat.
Kedua, ditekankan
masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila
urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek
atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan tetap dikerjakan
sebagaimana mestinya.
Ketiga, bahwa ibadah yang
mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang
bersifat perorangan. Karena itu sholat yang dilakukan dengan berjama’ah nilai
ganjarannya lebih tinggi daripada sholat yang dilakukan dengan sendiri menurut
keterangannnya dengan ukuran satu berbanding dua puluh tujuh derajat.
Keempat, dalam Islam
terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal,
karena melanggar ketentuan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Misalnya bila
seseorang tidak mampu berpuasa (puasa adalah ibadah), maka seseorang itu bisa
menebus fidyah (sebagai ganti) dalam bentuk memberi makan bagi orang
miskin.
Kelima, dalam Islam
terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran
lebih besar daripada ibadah sunah.
Dengan berbagai keterangan diatas, bisa dipahami bahwa memang
dengan pendekatan sosiologis, Islam akan mudah untuk lebih dipahami. Hal ini
karena sesungguhnya Islam diturunkan oleh Allah kepada Rasulnya adalah untuk Rahmatal
Lil’alamin yakni untuk kepentingan sosial bukan individu Muhammad SAW saja.
d.
Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Yang
berasal dari kata philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri
dari dua kata yaitu philos yang berarti cinta, dan sophia yang
berarti pengetahuan, hikmah dan kebijasanaan (Ali H, 1990: 7). Muhammad Mufid
(2009: 173) mengungkapkan bahwa filsafat adalah sejumlah keyakinan, sikap,
cita-cita, aspirasi, tujuan, nilai, norma, aturan, dan prinsip etis.
Dari pengertian tersebut dapat diberi pemahaman bahwa filsafat pada
intinya adalah mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat
dibalik yang bersifat lahiriyah. Sebagai contoh dijumpai berbagai merek pena
dengan kualitas dan harga yang berbeda namun intinya adalah semua pena
merupakan sebagai alat tulis. Ketika disebut alat tulis, maka tercakuplah semua
merek pena dengan berbagai merek, kualitas dan harga yang berbeda.
Menggunakan pendekatan filosofis selanjutnya dapat digunakan guna
memahami dan mengkaji masalah ajaran Islam, yang memiliki tujuan hikmah, agar
inti ajaran Islam dapat dipahami dan dikaji secara seksama. Melalui pendekatan
filosofis ini sudah banyak digunakan oleh para ahli seperti Muhammad Al-Jurjawi
dalam bukunya yang berjudul Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatun yang
mengungkapkan beberapa hikmah dibalik ajaran-ajaran Islam. Seperti misalnya
mengajarkan agar melaksanakan sholat berjama’ah yang tujuannya adalah agar
manusia merasakan hikmahnya hidup secara bersamaan dan berdampingan dengan
orang lain.
Contoh lain misalnya jika menilik kebelakang tentang sejarah para
nabi terdahulu. Nabi Yusuf misalnya, yang digoda seorang wanita bangsawan
ketika itu, memang bila dilihat secara lahiriyah didalamnya terdapat unsur
pornografi. Pandangan demikian itu bisa terjadi apabila seseorang hanya
memahami kejadian ini hanya bentuk lahiriyahnya saja. Padahal kisah tersebut
Tuhan mengajarkan kepada manusia agar memiliki ketampanan lahiriyah dan juga
sekaligus ketampanan batinnya secara prima. Nabi Yusuf menunjukkan dapat
mengendalikan nafsunya untuk tidak melakukan perbuatan maksiat tersebut. Dengan
kisah-kisah dan ajaran inilah seseorang dapat memahami hanya dengan menggunakan
pendekatan filosofis dan manusia dapat menangkap hikmah dari suatu ajaran yang
ada didalamnya.
Karena dengan memahami dan mengkaji Islam dengan pendekatan
filosofis ini dianggap sangat penting, maka banyak dijumpai bahwa filsafat
telah digunakan untuk memahami selain yang berkaitan dengan ajaran Islam, namun
juga ada yang berkaitan hukum, dijumpai
dengan filsafat hukum Islam, yang berkaitan dengan ekonomi dijumpai dengan
filsafat ekonomi dan seterusnya. Dengan menggunakan pendekatan ini, maka
manusia tidak akan mudah keliru dalam mengamalkan ajaran Islam itu sendiri,
yang ajarannya diamalakan hanya formalistik saja, yang hanya dilakukan namun
kosong tidak tau artinya sama sekali. Pada akhirnya mereka hanya sebatas
mengamalkan ajaran Islam tersebut hanyalah pengakuan formalistik saja, segabai
contoh sudah melaksanakan ibadah haji, sudah merasa sudah melaksanakan rukun
Islam yang kelima dan tak jarang terjadi tidak dapat merasakan nilai-nilai
spiritual yang terkandung dalam ibadah tersebut. Terjadilah macam-macam hasil
dari ibadah haji yang dilakukan masih mau melanggar aturan yang ada dalam
ajaran Islam.
e.
Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas
berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar
belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut (Abdullah: 1987, 105). Untuk
mengatahui peristiwa yang terjadi pada masa lampau sangat perlu untuk dikaji
dimana letak kejadian, waktu sebuah kejadian itu terjadi serta motiv apa pelaku
melakukan hal tersebut.
Memahami dan mengkaji Islam melalui pendekatan historis ini amat
dan sangat dibutuhkan sebab Islam itu sendiri diturunkan dalam situasi konkret
bahkan terjadi dengan kondisi sosial masyarakat. Melalui pendekatan historis
ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan
penerapan dengan suatu peristiwa (Abudin Nata: 2012, 48). Dari sinilah
seseorang tidak akan memahami dan mengkaji Islam keluar dari kontek historinya,
sebab pemahaman yang demikian akan menyesatkan orang yang memahaminya. Contoh
seseorang ingin memahami serta mempelajari turunnya al-Qur’an yang disebut ilmu
Asbabun Nuzul (ilmu yang mempelajari sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an)
atau pada intinya adalah sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Sehingga dengan ilmu Asbabun
Nuzul ini diharapkan seseorang akan
dapat mengetahui hikmah yang terkandung pada ayat-ayat yang diturunkan
tersebut. Sebagaimana ungkapan Manna’ Al-Qathan (1997: 79) bahwa dengan ilmu Asbabun
Nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam
suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara
syariat dari kekeliruan memahaminya.
f.
Pendekatan Kebudayaan
Istilah kebudayaan memiliki arti hasil kegiatan dan penciptaan
batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat (Hasan
Alwi, dkk., 2002: 170). Dengan definisi ini dapat dipahami bahwa kebudayaan
merupakan hasil cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap
potensi batin yang dimilikinya, yang mana dalam kebudayaan tersebut terdapat
sebuah pengetahuan, keyakinan, nilai seni, moral dan adat istiadat.
Pendekatan kebudayaan tesebut selanjutnya digunakan sebagai sarana
untuk memahami dan mengkaji Islam. Seperti misalnya dijumpai kebudayaan
berpakaian, bergaul, bermasyarakat. Dalam produk kebudayaan tersebut terdapat
unsur Islam didalamnya, seperti pakaian model jilbab, kebaya dan lainnya yang
dapat dijumpai dalam Islam.
g.
Pendekatan Psikologis
Dalam khazanah keilmuan Islam, psikologi disebut sebagai ilmu
nafs yang mempelajari perilaku tidak hanya berbagai fenomena kejiawaan
saja, melainkan dibahas juga dalam konteks sistem kerohanian dalam perspektif
al-Qur’an dan as-Sunah (Nyayu Khodijah, 2014: 3). Selanjutnya Zakiah Daradjat
(1987: 76) mengatakan bahwa perilaku seseorang yang tampak lahiriyah terjadi
karena dipengaruhi oleh keyakinan yang di anutnya.
Berkaitan dengan memahami Islam dengan menggunakan pendekatan
psikologis berarti psikologis ini adalah menyelidiki Islam sebagai gejala
kejiwaan. Penyelidikan Islam sebagai gejala kejiwaan ini dipandang sangat
penting, sebab mengingat persoalan yang paling mendasar adalah persoalan
kejiwaan. Manusia mau menyakini dan mau berserah diri kepada Allah, melakukan
berbagai upacara yang ia yakini, misalnya berdo’a, rela berkorban dan rela
hidupnya dikendalikan dengan ajaran-ajaran Islam ini merupakan persoalan
kejiwaan.
Yang menjadi fokus pembahasan ketika psikologi dijadikan sebagai
pendekatan dalam meneliti agama sebagaiman dijelaskan oleh Poul E Johnson
(dalam Abudin Nata, 2012: 64) meliputi aspek kejiwaan tentang: (1) pengalaman
beragama, yaitu kondisi jiwa (pikiran, perasaan, emosi) ketika berdo’a,
beribadat, upacara-upacara keagamaan, meditasi, tasawuf kaum sufi, berkurban
dan lainnya; (2) pertumbuhan beragama, kondisi jiwa pada masa kanak-kanak,
remaja dan dewasa; (3) konversi agama, yaitu faktor-faktor kejiwaan seseorang
ketika memutuskan pindah agama, kondisi kejiwaan dalam kehidupan keagaman baru,
psikologi para mualaf; (4) doa dan kebaktian, yaitu bagaimana kondisi kejiwaan
seseorang yang mengharuskan ia melakukan doa dan kebaktian serta bagaimana yang
bersangkutan memaknai kegiatan tersebut.
C.
KESIMPULAN
Dari beberapa uraian di atas tentang metodologi kajian Islam secara
menyeluruh, ada dua hal yang menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini yang
dapat di ambil sebagai titik terang yaitu : (1) dalam makalah ini menggali
tentang metode yang digunakan dalam mengkaji Islam secara menyeluru; (2)
berbagai pendekatan yang digunakan dalam memahami dan mengkaji Islam agar tidak
terjadi kekeliruan dalam memahami Islam secara menyeluruh.
Metode adalah cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan
suatu pekerjaan agar sesuai dengan tujuan. Tujuan Islam adalah Rahmatal
lilalamin, setidaknya secara umum ada dua metode yang dapat digunakan untuk
mengkaji Islam yaitu metode komparasi dan metode sintesis.
Pendekatan adalah sebuah proses yang digunakan untuk mencapai hasil
sebuah penelitian yang sesuai dengan dengan sudut pandang dalam menyikapi pokok
permasalahan. Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami
dan mengkaji Islam secara menyeluruh yaitu: Pendekatan Teologis Normatif,
Pendekatan Antropologis, Pendekatan Sosiologis, Pendekatan Filosofis,
Pendekatan Historis, Pendekatan Kebudayaan dan Pendekatan Psikologis.
D. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke 3. Jakarta: Balai Pustaka.
Abdullah. 1987. Sejarah dan Masyarakat. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Ali, H. 1990. Filsafat Pendidika. Yogyakarta: Kota Kembang.
Ali, Mukti. 1990. Metodologi Ilmu Agama Islam, dalam Taufik
dan M. Rusli Karim (ed), dalam Metodologi Penelitian Penelitian Agama Sebuah
Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Daradjat, Zakiah. 1987. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan
Bintang.
Khodijah, Nyayu, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2014.
Manma’ Al-Qathan. 1977. Mababits Fi Ulumi al-Qur’an. Mesir :
Daral Ma’arif.
Mufid, M. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Mudzhar, Atho. 2007. Pendekatan Studi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nata, Abudin. 2012. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
___________. 2011. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana.
Nasution, Harun. 1979. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya,
Jilid I. Jakarta: UI Pres.
Razak, Nasruddi. 1977. Dienul Islam Penafsiran Kembali Islam
Sebagai Suatu Aqidah dan Way of Life. Bandung: Al-Ma’arif.
Rahmat, Jalaluddin. 1983, Islam Alternatif. Bandung: Mizan
Cet. I.
Syari’ati, Ali. 1982. Tentang Sosiologi Islam (trj.) Saifuddin
mahyudin, dari judul asli, The Sociology Of Islam. Yogyakarta:
Ananda.
Suprayogo, Imam. 2003. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung:
PT Remaja Rosadakarya.
Supiana, 2012. Metodologi Studi Islam, cet. II. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar