MAKALAH
SOSIALISASI ANAK DIDIK
Oleh
|
SUPANGAT
|
:
|
1632313
|
Diseminarkan Sebagai Tugas Kelompok
Pada Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed.
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG 2016
A.
LATAR BELAKANG
Manusia disamping sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk
sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, dalam arti manusia memerlukan bantuan
orang lain untuk menyelesaikan problematika kehidupan yang dihadapinya. Rasa
perlu (bantuan) manusia kepada yang lain dan memang manusia adalah makhluk
sosial, hal ini telah dikodratkan oleh Tuhan (Allah), dan Allah juga telah
memberikan bagaimana manusia untuk saling tolong-menolong. Dilihat dari
kebutuhan manusia untuk hidup secara sosial Allah telah memberikan kelonggaran
kepada manusia untuk mengenal satu sama lain dengan menciptakan beberapa perbedaan diantara manusia
yang memiliki tujuan agar manusia menjadi saling kenal satu sama lain. Sebagaimana
dalam QS. Al-Hujarat ayat 13 berikut:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya:
“Hai manusia,
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal (QS. Al-Hujarat: 13)”.
Dengan demikian bahwa manusia memang telah ditentukan harus hidup
besama-sama dengan manusia yang lain, baik lingkup kecil maupun lingkup besar. Keharusan
manusia hidup bersama inilah yang menjadikan manusia memiliki perbedaan dengan
yang lainnya dan sudah barang tentu juga yang terjadi pada peserta didik, yang
datang untuk belajar di sebuah sekolah, mereka datang dengan bermacam-macam
latar belakang di sekolah. Ini merupakan bukti bahwa memang kebenaran ayat di
atas merupakan adanya, menjadikan peserta didik dengan berbagai latar belakang
dengan penuh perbedaan.
Dalam kaitannya dengan sosiologi pendidikan tentu tak terlepas dari
sosialisasi anak didik, dimana anak didik yang berada di sekolah sudah barang
tentu berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, ada yang memang
berasal dari keluarga yang tau dengan masalah pendidikan, artinya mereka telah
mengajarkan tentang bagaimana bersosialisasi dan ada pula belatar belakang yang
tidak begitu memperdulikan dengan pendidikan.
Timbul permasalahan dari keluarga yang yang ibaratnya cukup dalam segi
ekonomi namun juga tidak begitu memperdulikan masalah pendidikan anak-anaknya,
misalnya orang tua berangkat bekerja pagi dan pulang pagi yang tidak tahu
bagaimana anak-anaknya di sekolah padahal keluarga memiliki peran yang sangat
krusial dalam proses sosialisasi[1]. Orang
seperti ini bukannya tidak peduli dengan pendidikan anaknya, mereka mencukupi
segala keperluan sekolah anaknya, termasuk keperluan biaya dan perlengkapan
sekolah anaknya namun tidak begitu peduli dengan bagaimana anaknya dalam
mengikuti proses pendidikan. Yang pada akhirnya orang tua hanya mencukupi
kebutuhan anak dalam segi materi saja tidak pada kebutuhan kepribadian anak
atau terjadilah kurang adanya sosialisasi antara orang tua dengan anak.
Timbul juga masalah yang kedua yaitu orang tua, yang dari segi
ekonomi sangat minim atau bahkan bisa dikatakan sangatlah kurang. Kasus ini
sangat miris, sebab sampai-sampai anak juga dilibatkan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari misalnya menjadikan anak untuk dapat berjualan, menjadi pemulung
dan sebagainya guna memenuhi kebutuhannya. Dimana diusianya yang masih perlu
untuk belajar namun tergannggu dengan aktivitas lainnya termasuk bekerja. Ini
sungguh menggagu anak terutama dengan para teman sebayanya, tentu secara
emosional anak akan merasa minder, bahkan mungkin malu untuk bergabung
dengan teman lainnya. Hal ini tentu juga akan menghambat sosialisasi anak di
sekolah.
Selain keluarga juga timbul dari latar belakang lingkungan masyarakat
siswa yang menjadikan anak terpengaruh dengan kegiatan-kegiatan yang ada
dilingkungannya. Berada pada lingkungan masyarakat yang kurang memperhatikan masalah pendidikan
atau mungkin sangat acuh dengan persoalan pendidikan, maka anakpun cenderung
terpengaruhi dengan keadaan yang sedemikian itu.
Dari kontek inilah perlu dalam kesempatan ini diadakan pembahasan
tentang solusi-solusi menanggapi permasalahan yang terjadi seperti dalam
diskripsi diatas. Mengingat sangat mempengaruhi tentang bagaimana sosialisasi
anak didik di sekolah. Sulitnya sosialisasi anak didik disekolah itu tidak
luput juga dari latar belakang keluarga dan masyarakat juga. Dengan adanya
masalah pada latar belakang seperti kontek di atas, maka tentu proses sosialisasi
kepada anak didik pun menjadi tergangnggu. Oleh karena itu makalah ini
diharapkan dapat menjawab dan memberikan solusi terbaik dan dapat diterapkan
dalam dunia pendidikan sekaligus dapat memberikan pengarahan kepada masyarakat
dan para orang tua dalam mengemban amanah dari Yang Maha Kuasa berupa titipan
anak.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Sosialisasi Anak Dididik
Seorang individu tidak akan terlepas dari kehidupan sosial. Artinya
manusia pasti akan menemui kehidupan sosial, yang akan berkumpul antara satu
dengan yang lain dilingkungan kelompok mansyarakat tertentu. Adanya manusia
berkumpul dengan kelompok masyarakat ini sudah barang tentu manusia perlu
mengetahui keberadaan tentang kelompok masyarakat tertentu ini. Berarti manusia
perlu adanya bimbingan belajar untuk mengetahui kelompok sosial tersebut. Proses
membimbing individu ke dalam dunia sosial disebut sosialisasi[2].
Dalam proses inilah manusia akan mengetahui tatanan kehidupan lingkungan dimana
ia tinggal yang pada akhirnya ia mengetahui dan dapat beradaptasi dengan
situasi yang terjadi dilingkungannya tersebut. Dalam hal ini S. Nanution
mengatakan bahwa sosialisasi adalah belajar[3].
Dengan bertemunya individu kepada kelompok masyarakat tersebut maka sangat
perlu untu mengetahui hal-hal yang biasa terjadi pada kelompok masyarakat
tertentu terjadi. Dengan demikian bagwa sosialisasi adalah proses belajar untuk
mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dalam lingkungannya[4].
Dalam hal kaitannya dengan sosialisasi anak didik, bahwa anak didik
yang datang di sekolah tentu memiliki latar belakang yang berbeda, dengan
perbedaan inilah yang menuntut para peserta didik untuk selalu belajar mengenal,
menghayati kebudayaan yang terjadi di lingkungan sekolah tersebut. Sebagai
contoh siswa yang dirumah yang jarang bersosialisasi, dirumah karena orang tua
jarang pulang atau orang tua memiliki banyak kesibukan diluar rumah atau bahkan
orang tua selalu mendampinginya disetiap hari, begitu siswa di sekolah tentu
akan berbeda dengan di sekolah siswa harus berlaku berbeda dengan di rumah.
Baik dengan sesama siswa maupun dengan guru yang mengakibatkan sebuah hubungan
interaksi antar sesama.
Menurut pandangan Kimball Young (dalam Abdullah Idi: 2011),
sosialisasi ialah hubungan interaktif yang dengannya seseorang mempelajari
keperluan-keperluan sosial dan kultural yang menjadikan seseorang sebagai
anggota masyarakat[5].
Dengan berbagai penjelasan di atas dapat diberi pemahaman bahwa
sosialisasi anak didik merupakan sebuah proses pembelajaran anak didik
disekolah mengenai pembentukan sikap, tingkah laku, komunikasi dan nilai sosial
antar sesama anak didik maupun kelompok masyarakat yang berada dilingkungan
sekolah.
2.
Proses Sosialisasi Anak Dididik
Sosialisasi itu
sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian
sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi proses perlakuan dan bimbingan
orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial atau
norma-norma kehidupan bermasyarakat. Proses membimbing yang dilakukan oleh
orangtua tersebut disebut proses sosialisasi. Proses sosialisasi dapat
berlangsung melalui kelompok sosial yang terbentuk dari keluarganya, teman
sepermainan, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat
sekitar[6].
Pendapat ini lingkungan sekolah termasuk salah satu tempat proses sosialisasi
anak didik, yang dijadikan sebuah sistem dan didalamnya terdiri dari subsistem
yang saling berkaitan dengan subsistem yang lainnnya, artinya sekolah memiliki
keterkaitan dengan subsistem yang lainnya yaitu termasuk orang tua siswa,
masyarakat yang berada dilingkungan sekolah, dan lain sebagainya. Subsistem
inilah akan terjadi sebuah komunikasi dan mencapai tujuan yang diinginkan dari
proses sosioalisasi tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat
lainnya[7].
Walupun
demikian, dalam sebuah komunikasi untuk menuju pada sebuah proses komunikasi
tidak luput dari faktor yang mempengaruhi. Dalam hal ini Abdullah Idi
menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi ada dua, keteladanan
orang tua dan lingkungan pergaulan[8]. Keteladanan
orang tua sangat akan mempengaruhi tingkah laku pada seorang anak. Anak akan
cenderung memiliki sikap sopan santun dalam bertindak, bertutur kata baik,
serta disiplin dalam segala sesuatu. Hal ini terjadi pada seorang anak yang
akan berkaca/ melihat tingkah laku orang tua dikehidupan sehari-harinya. Bahkan
dalam pepatah dikatakan ‘buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya’. Hal ini
menunjukkan bahwa perilaku orang tua akan menuntut kemungkinan akan ditiru oleh
para anak-anaknya. Apalagi dari segi karakter seorang anak .
Sedangkan
menurut Binti Maunah secara umum ada lima faktor utama dalam mempengaruhi
sosialisasi seseorang, yaitu sifat dasar, lingkungan prenatal, perbedaan
perorangan, lingkungan, dan motivasi[9].
Sifat dasar
merupakan keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi oleh seseorang dari kedua
orang tuanya. Sifat dasar ini terbentuk pada saat konsepsi, yaitu pada sebuah
momen bertmunya sel betina betina pada saat pembuahan. Sifat dasar yang masih
merupakan potensi-potensi itu bekembang menjadi aktualisasi karena
faktor-faktor lainnya. Sifat dasar seseorang itu meliputi karakter, watak,
serta sifat emosional. Intinya sifat dasar merupakan warisan dari ayah dan ibi
yang diturunkan melalui gen yang telah ada sejak anak masih berupa embrio yang didalamnya
mewarisi sifat-sifat ayah dan ibu.
Lingkungan
prenatal adalah lingkungan ketikan seorang anak masih berada dalam kandungan
ibu. Dalam periode inilah seorang anak akan mendapat pengaruh-pengaruh dari
ibu, baik pengaruh yang berjenis penyakit, ganngguan edoktrin yang dapat
menyebabkan keterbelakangan mental dan emosional. Dengan dimikian seorang ibu
yang berada pada masa mengandung hendaknya sangat berhati-hati dalam bertindak
dalam segala hal.
Perbedaan
peroorangan merupakan salah satu yang mempengaruhi proses sosialisasi. Sejak
saat anak dilahirkan akan tumbuh dan berkembang sebagai individu yang unik
berbeda dengan individu yang lain. Setelah lahir anak akan tumbuh dewasa dengan
karakteristik yang berbeda-beda seperti ciri fisik (bentuk badan, warna kulit,
warna mata dan bentuk rambut), ciri-ciri normal, emosional, personal dan
sosial. Perbedaan-perbedaan perorangan ini mampu mempengaruhi sosialisasi
seseorang. Ketika anak sudah lahir, maka ia akan lebih bersikap selektif
terhadap pengaruh-pengaruh dari lingkungan. Perbedaan ini meliputi perbedan
ciri fisik (bentuk badan, warna kulit, warna mata, rambut dan lain-lain), ciri
fisiologis (berfungsinya sistem edoktrin), ciri mental dan emosional, ciri
personal dan sosial.
Lingkungan yang
dimaksud adalah kondisi sekitar individu baik lingkungan alam, kebudayaan dan
masyarakat yang dapat mempengaruhi proses sosialisasi. Walaupun sebenarnya
kondisi sekitar tidak menentukan, tetapi mampu mempengaruhi dan membatasi
proses sosialisasi seseorang. Motivasi memiliki peran yang begitu penting dan
pokok dalam kehidupan seseorang. Motivasi merupakan sebuah konsep yang
digunakan untuk menjelaskan inisisasi, arah intensitas perilaku individu dan
kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan[10]. Dalam
menjalani kehidupan seorang individu pasti mempunyai motivasi-motivasi untuk
menjadikan hidupnya lebih berarti. Dimana motivasi merupakan sebuah kekuatan
dalam diri seseorang yang menggerakkan seseoramg untuk berbuat sesuatu.
Motivasi yang dimiliki seseorang mampu mempengaruhi seseorang tersebut dalam
bersosialisasi. Seseorang yang memiliki motivas besar dalam bersosialisasi
tentu berbeda apabila dibandingkan dengan seseorang yang tidak mempunyai
motivasi.
Selanjutnya, dalam sosialisasi anak, terdapat sejumlah
media sosialisasi[11]
yakni:
a.
Keluarga, yang merupakan orang pertama yang mengajarkan hal-hal yang
berguna bagi perkembangan dan kemajuan hidup manusia adalah anggota keluarga.
Orang tua atau keluarga harus menjalankan fungsi sosialisasi
b.
Teman sepermainan dan sekolah, yang
merupakan lingkungan social kedua bagi anak setelah keluarga, dalam kelompok
ini anak akan menemukan berbagai nilai dan norma yang berbeda bahkan
bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga
c.
Lingkungan kerja, yang merupakan
proses sosialisasi lanjutan. Tempat kerja
seorang mulai berorganisasi secara nyata dalam suatu system. Sejumlah hal yang
perlu dipelajari dalam lingkungan kerja, misalnya bagaimana menyelesaikan
pekerjaan, bagaimana bekerjasama dengan bagian lain, dan bagaimana beradaptasi
dengan lingkungan kerja.
d.
Media massa, yang merupakan sarana dalam proses sosialisasi karena media
banyak memberikan informasi yang dapat menambah wawasan untuk memahami
keberadaan manusia dan berbagai permasalahan yang ada di lingkungan sekitar.
Media massa merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk mendapatkan
informasi. Melalui media, seorang dapat mengetahui keadaan dan keberadaan
lingkungan dan kebudayaan, sehingga dengan informasi tersebut dapat menambah
wawasan seseorang.
Terkait dengan peserta
didik bila dilihat dari beberapa hal yang mempengaruhi sosialisasi pada anak
didik maka menurut Abu Ahmadii sebagai proses, sosialisasi memiliki beberapa
metode dalam mempengaruhi sosialisasi anak, yaitu:
a.
Metode
ganjaran dan hukuman
b.
Metode
didactic teaching
c.
Metode
pemberian contoh[12].
Metode ganjaran
dan hukuman atau reward and punishment dalam proses sosialisasi terhadap
anak didik ganjaran dapat diberikan kepada anak didik sebagai bentuk
penghargaan terhadap prestasi, keseriusan dalam belajar atau dari perbuatan
baik yang siswa lakukan, dengan tujuan aga anak senantiasa untuk berusaha menjadi
yang lebih baik lagi dikemudian harinya. Sebab dengan pemberian ganjaran ini
anak akan lebih merasakan diperhatikan oleh seoran guru dengan demikian anak
merasa dirinya diperhatikan oleh guru.
Begitu dengan hukuman-hukuman yang diberikan oleh guru kepada siswa yang dengan
hukuman tersebut munculan sebuah pendidikan untuk siswa akan lebih berhati-hati
dengan tidakan-tindakan yang mengakibatkan kesalahan. Artinya dengan hukuman
yang diberikan kepada anak diharapkan anak tidak akan mengulangi kesalahan yang
sama.
Metode didactic
teaching juga merupakan salah satu metode yang dapat mempengaruhi
sosialisasi anak, dimana metode ini mengutamakan pengajaran kepada anak tentang
berbagai macam pengetahuan dan keterampilan.
Metode
pemberian contoh juga sangat krusial dalam mempengaruhi sosialisasi anak. Anak
anak mudah mengikuti dan meniru apa-apa yang terjadi dilingkungannya termasum
dari tingkah laku orang lain. Oleh sebab itu metode ini bisa berawal dari
kelompok terdekat anak yaitu keluarga.
Dari beberapa paparan
tentang proses sosialisasi anak di atas, dapat diberi penegasan bahwa proses
sosialisasi anak memang harus ada keterkaitan dalam keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat. Kelompok-kelompok ini akan sangat membantu terhadap
sosialisasi anak terutaman sosialisasi yang terjadi disekolah. Pembiasaan
sosialisai anak dilingkungan keluarga yang baik akan menuntuk kemungkinan
berdampak baik dilingkungan masyarakat begitu juga di sekolah. Sebab keluarga
merupakan kelompok terdekat dengan anak yang paling lama waktunya untuk
mendampingi anak. Jadi sangat mungkin dasar-dasar yang baik dalam
bersosialisasi dapat diberikan dalam pendidikan keluarga, terutama ayah dan ibu.
3.
Sosilalisasi Peserta Didik di Sekolah
Sekolah merupakan media sosialisasi yang lebih luas dari keluarga. Sekolah
memegang peranan yang cukup penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun
sekolah merupakan hanya salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas
pendidikan anak. Sekolah mempunyai potensi yang pengaruhnya cukup besar. Di
sekolah anak tidak hanya mempelajari pengetahuan dan keterampilan, melainkan
juga sikap, nilai-nilai dan norma-norma[13].
Anak akan
belajar kemandirian lebih intensif di sekolah dibandingkan tempat lain. Ketika
di rumah seorang anak dimungkinkan memperoleh bantuan anggota keluarga untuk
melaksanakan berbagai macam tugas dan pekerjaan., sedangkan di sekolah sebagian
tugas dan pekerjaan dilaksanakan secara mandiri yang disertai dengan tanggung
jawab[14].
Ia bukan lagi anak yang istimewa yang diberi perhatian khusus oleh ibu guru,
melainkan hanya salah seorang diantara puluhan murid lainnya di dalam kelas. Di
sekolah anak dituntut untuk bisa bersikap mandiri dan senantiasa memperoleh
perlakuan yang tidak berbeda dari teman-temannya. Di sekolah anak juga akan banyak belajar bahwa untuk mencapai prestasi yang
baik, maka yang diperlukan adalah kerja keras. Kurikulum pelajaran di sekolah
relative beragam, semuanya menuntut kegigihan sendiri-sendiri.
Dalam Undang-Undang nomor 20 tenrang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan
bahwa jalur pendidikan sekolah (formal) merupakan jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang (pasal 1 ayat 10). Peranan sekolah sebagai lembaga
yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar
serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari
keluarganya. Sementara dalam perkembangan kepribadian anak didik, peranan
sekolah dengan melalui kurikulum, antar lain yaitu:
a.
Anak didik belajar bergaul sesama anak didik antara guru dengan anak didik
dan antara anak didik dengan orang yang bukan guru
b.
Anak didik belajar menaati peraturan-peraturan sekolah
c.
Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi
agama, bangsa dan Negara.
Sekolah memegang peranan
penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah hanya salah satu
lembaga yang bartanggung jawab atas pendidikan anak. Peranan sekolah sebagai
lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan
mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa
dari keluarganya.
Sekolah merupakan lembaga
tempat anak terutama diberikan pendidikan intelaktual, yakni mempersiapkan
untuk sekolah yang lebih lanjut. Oleh sebab itu tugas itu cukup penting dan
berat, maka perhatian sekolah sebagian besar ditunjukan kepada aspek
intelektual itu. Aspek lain seperti pendidikan moral melalui pendidikan agama
dan moral pancasila juga diperhatikan namun dapat kita katakan bahwa pendidikan
social masih belum mendapat tempat yang menonjol. Kesempatan-kesempatan untuk
kerja sama dalam pelajaran dan kegiatan kurikulum maupun kegiatan
ekstra-kulikuler lainnya perlu dimanfaatkan[15].
Bisa dikatakan bahwa sebagian besar pembentukan
kecerdasan (pengertian), sikap dan minat sebagai bagian dari pembentukan
kepribadian, dilaksanakan oleh sekolah. Setelah masuk sekolah, anak harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
serta aturan-aturan sekolah yang berlaku dan formulatif. Tidak sedikit
anak-anak pada masa awal sekolah menangis karena belum dapat menyesuaikan diri
dengan kondisi dan situasi yang baru. Misalnya, anak ketika masih di rumah
mendapat perhatian dari beberapa orang. Sedangkan di sekolah guru harus
memperhatikan anak-anak dalam satu kelas. Sehingga anak akan merasa stres
jiwanya dan menangis menuntut perhatian yang lebih besar dari gurunya. Untuk
itulah secara berangsur-angsur sosialisasi di sekolah harus dilakukan oleh
anak, disamping guru juga harus menyesuaikan diri dengan tuntutan/ kondisi
sekolah[16].
4.
Peran Keluarga dalam Proses Sosialisasi Peserta Didik
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat
di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan[17]. Zaitun menuliskan bahwa
keluarga adalah group of two
or more person residing together who are related blood, marriage, or adoption
(Berrau of the Cencus). Atau “... a family is a group of interacting person who
recognize a relationship with each other based on common parentage, marriage,
and/ or adoption.. ” jadi disimpulkan bahwa keluarga adalah kelompok sosial
yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mempunyai ikatan darah,
perkawinan atau adopsi yang syah menurut agama atau negara[18].
Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil bagi anak,
keluargalah tempat pertama kali pendidikan diberikan, terutama adalah ibu.
Dimana seorang ibu dikatakan sebagai “al-ummu madrasatul ula”. Dimana
sebelum anak mendapat pendidikan dari orang lain, ibulah yang pertama kali
memberi sebuah pendidikan. Dari proses pendidikan yang diberikan ibu inilah
akan terjadi sebuah interaksi seorang ibu dengan anaknya. Setelah anak lahir
dan menjadi bagian dari kelompok masyarakat terkecil ini, maka keluarga
merupakan sebuah agen pertama anak dalam menemukan sebuah pembelajaran tentang
pengahayatan nilai-nilai budaya kehidupan. Mulai anak diajak dan diperkenalkan
dengan hal yang paling terdekat dengan diri anak, seperti dikenalkan dengan
anggota badan dan yang lainnya. Sehingga pada akhirnya anak tumbuh bersar dan
mengenali lingkungannya. Keluarga memiliki peranan terdepan dalam memerikan
kebiasaan-kebiasaan, keteladanan, kejujuran, kedisiplinan dan sejenisnya.
Karena itulah keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama[19].
Adapun fungsi keluarga disini yaitu memelihara dan mendidik anggota
keluarganya dengan sebaik-baiknya dan terus berlanjut sampai ia dapat
mandiri. Selain itu keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dan merupakan wadah
bagi anak dalam konteks konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan
membentuk diri dalam fungsi sosial.
Menurut Oqbum (dalam Abu Ahmadi:
2007) fungsi keluarga itu adalah sebagai berikut:
a. Fungsi kasih sayang
b. Fungsi ekonomi
c. Fungsi pendidikan
d. Perlindungan/penjagaan
e. Fungsi status keluarga
Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan
suatu kesatuan hidup (system social), dan keluarga menyediakan situasi
belajar. Ikatan kekeluargaan membantu anak mengembangkan sifat persahabatan,
cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerjasama, disiplin, tingkahlaku yang
baik, serta pengakuan akan kewibawaan.
Dalam rangka pelaksanaan pendidikan nasional,
peranan keluarga sebagai lembaga pendidikan semakin tampak dan penting. Peran
keluarga terutama dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan
bakat dan minat serta pembinaan bakat dan kepribadian. Keluarga juga mempunyai
tugas dan tanggung jawab terhadap pendidikan anaknya yang lebih bersifat
pembentukan watak dan budipekerti, latihan keterampilan dan pendidikan
kesosialan, seperti tolong-menolong, bersama-sama menjaga kebersihan rumah,
menjaga kesehatan dan ketentraman rumah tangga dan sebagainya.
Pada kebanyakan keluarga, ibu yang memegang
peranan penting terhadap pendidikan anak-anaknya. Ibu dalam keluarga merupakan
orang yang pertama kali berinteraksi dengan anak-anak. Pendidikan yang
diberikan seorang ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yag tak dapat
diabaikan sama sekali. Baik buruknya pendidikan ibu terhadap anaknya tentu akan
mempengaruhi terhadap pembentukan kepribadian mereka.
Disamping ibu, ayah pun mempunyai peranan yang
tidak kalah pentingnya terhadap pembentukan kepribadian anak. Dari seorang ayah
anak akan mengenal yang namanya wibawa. Tindakan orang tua diharapkan saling
menyeimbangi dan orang tua tampil sebagai penjelas nilai – nilai yang dianut
oleh keluarga yang bersangkutan. Peranan orang tua dalam konteks pembinaan anak
dalam keluarga meliputi peran sebagai pendidik, panutan, pendorong, pengawas,
teman, inspirasi, dan konselor.
Dalam rangka melaksanakan fungsi sosialisasi,
keluarga menduduki kedudukan sebagai penghubung anak dalam kehidupan sosial dan
norma-norma sosial. Faktor yang menyebabkan peran keluarga sangat penting dalam
proses sosialisasi anak adalah sebagai berikut :
a. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggotanya berinteraksi face to
face secara tertutup
b.
Orang tua mempunyai motivasi kuat untuk mendidik
anak karena anak merupakan buah dari kasih sayang hubungan suami istri
c.
Karena hubungan sosial dalam keluarga bersifat
tetap.
Fungsi sosialisasi menunjukkan peran keluarga dalam membentuk kepribadian
anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak mempelajari pola-pola
sikap, tingkah laku, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai di masyarakat dalam
rangka perkembangan kepribadiannya. Alat pendidikan yang digunakan dalam
keluarga adalah kasih sayang dan kewibawaan. Kasih sayang orang tua berperan
melindungi anak dalam hal ketidakberdayaannya. Dengan dilandasi oleh kasih
sayang, anak akan merasa terlindungi dan merasa aman, memungkinkan anak akan
tumbuh dan berkembang secara baik. Tindakan kewibawaan sebagai perilaku
seseorang yang tercermin pada rasa tanggung jawab, sehingga orang lain merasa
hormat kepadanya.
C.
KESIMPULAN
Sosialisasi anak didik merupakan sebuah proses pembelajaran kepada
anak didik yang diberikan melalui proses pendidikan di sekolah dengan mengajarkan
kepada siswa tentang kebudayaan yang terjadi dilingkungan serta bagaiman
senantiasa selalu bisa beradaptasi dimanapun, dengan siapapun dan dalam situasi
apapun. Dengan demikian sosialisasi anak didik yang dilakukan di sekolah tidak
luput dari dorongan keluarga. Keluarga merupak salah satu komponen terdepan
bagi para peserta didik, dengan pembentukan kararter yang dilakukan didalam
lingkungan keluarga, sacara langsung akan memudahkan para peserta didik untuk
mudah mengenali, memahami dan menghayati setiap perbedaan kebuayaan yang
terjadi di lingkungan sekolah.
Pada dasarnya poses sosialisasi anak dapat berlangsung melalui
kelompok sosial/ masyarakat yang dapat terbentuk dari kelompok yang paling
terdekat mulai dari keluarganya terutama ayah dan ibu, teman sepermainan,
lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat sekitar. Dalam
proses inilah anak akan dapat memiliki perubahan, tinggal bagaimana kebudayaaan
atau kebiasaan yang terjadi dilingkungan terseebut.
Karena anak berasal dalam lingkungan keluarga dan keluargalah agen
yang paling dekat, khususnya ibu yang dikatan sebagai pendidikan yang pertama,
maka pondasi-pondasi pembentukan kepribadian untuk mengenalkan dengan sosial
dapat diberikan lebih banyak dilingkungan keluarga. Sehingga ketika anak sudah
memasuki masa sekolah akan mudah beradaptasi, memahami kejadian-kejadian yang
terjadi dilingkungan sekolah. Dengan demikian proses sosialisasi anak didik di
sekolahpun akan berjalan dengan baik. Jadi intinya para orang tua memang
benar-benar harus mengetahui bagaimana bentuk kepribadian para anak-anaknya.
Untuk mengetahui hal tersebut perlu adanya para orang tua untuk mengetahui
kepribadian anak melalui pendekatan-pendekatan ataupun metode tertentu.
Seperti reward and punishment, didactic
teaching dan yang lebih penting adalah pemberian contoh kepada anak.
D. DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta,
2007.
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Kencana,
2011.
Idi, Abdullah, Etika Pendidikan (Keluarga, Sekolah dan
Masyarakat, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2015.
Idi, Abdullah, Sosiologi Pendidikan (Individu, Masyarakat
danPendidikan), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
KBBI, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed. 3, cet. 2, Jakarta:
Balai Pustaka, 2002.
Khodijah, Nyayu, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2014.
Maulana, Rizki, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: CV Cahaya Agency.
Maunah, Binti, Sosiologi Pendidikan, Yogyakarta: Kalimedia, 2016.
Gunawan, Ary H., Sosiologi Pendidikan, cetakan ke-2,
Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Zaitun, Sosiologi Pendidikan,
Pekanbaru: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2014.
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
[1]Abdullah Idi, Sosiologi
Pendidikan (Individu, Masyarakat danPendidikan), (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011), hlm. 105.
[2]S. Nasution, Sosiologi
Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), hlm. 126.
[3] Ibd., hlm. 126.
[4]Rizki Maulana,
dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: CV Cahaya Agency), hlm.
385.
[5]Abdullah Idi, Sosiologi
Pendidikan (Indivifu, Masyarakat danPendidikan), (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011), hlm. 99.
[6]Binti Maunah,
Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), hlm. 121.
[7]Nasution, Sosiologi
Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), hlm. 127.
[8]Abdullah Idi, Sosiologi
Pendidikan (Indivifu, Masyarakat dan Pendidikan), (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011), hlm. 108.
[9]Binti Maunah, Sosiologi
Pendidikan, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), hlm. 129.
[10]Nyayu Khodijah,
Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2014), hlm.150.
[11]Abdullah Idi, Sosiologi
Pendidikan (Indivifu, Masyarakat danPendidikan), (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011), hlm. 113.
[12]Abu Ahmadi
(dalam Abdullah Idi: 2011), Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Renika
Cipta, 1991), hlm. 162.
[14]Damsar, Pengantar
Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 73.
[16]Ary H. Gunawan,
2010. Sosiologi Pendidikan, cetakan ke-2, Jakarta: Rineka Cipta, hlm.49
[17]KBBI, Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, ed. 3, cet. 2, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm.
536.
[18]Zaitun, Sosiologi Pendidikan, (Pekanbaru: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2014), hlm. 137.
[19]Abdullah Idi, Etika
Pendidikan (Keluarga, Sekolah dan Masyarakat), (Jakarta: PT Raja Grafindo,
2015), hlm. 125.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar